WAHAI KAWAN ! JADILAH PARA
NORMAL
Oleh:
Wildan Kurnia Saputra
Semakin hari rasanya manusia semakin sulit ‘menjadi manusia’. Lho,
kenapa ? Banyaknya tekanan yang menjitak atau bahkan mendorong manusia untuk jatuh
terjerembab dalam kesesatan. Kebutuhan hidup yang semakin kompleks, harga
sembako meroket tinggi sedangkan mencari uang susahnya minta ampun. Sistem
ekonomi yang diterapkan hanya menguntungkan segelintir orang, dan di saat bersamaan
menggilas rakyat jelata.
Sebagian kalangan bahkan, mau tidak mau harus terjun ke jurang
terjal dalam bentuk prilaku-prilaku yang menyimpang menurut etika sosial dan
salah dalam kacamata agama. Alasannya bermacam-macam. Mulai dari tekanan
ekonomi, dililit utang, balas dendam dan ambisi yang serakah. Akibatnya, teror
anti ketenangan, ketentraman dan kedamaian terjadi di mana-mana. Sehingga para
orang tua, remaja atau bahkan anak-anak yang terdesak sandang, pangan dan papan rela terjun ke kawah kriminalisasi, menjadi pencuri, perampok, penipu, penodong dan sederet aksi-aksi lain yang berbau kriminal.
orang tua, remaja atau bahkan anak-anak yang terdesak sandang, pangan dan papan rela terjun ke kawah kriminalisasi, menjadi pencuri, perampok, penipu, penodong dan sederet aksi-aksi lain yang berbau kriminal.
Sebagian melakukannya murni karena keadaan, murni karena tuntutan
untuk hidup, sehingga mereka yang cenderung berpikir instan akan berkata: Dari
pada begini, dari pada begini. Ya lebih baik begitu. Dari pada anak
istri mati kelaparan, ayah ibu lapar tak dapat makan, ya lebih baik
ambil jalan pintas, jadi pencuri, perampok, pengedar ganja yang harganya mahal,
jadi pelacur pemuas nafsu lelaki hidung belang dan lain-lain dan lain-lain.
Bahkan, ada yang sampai mau dibuat jadi robot pembunuh, dengan bayaran yang
cukup tinggi dari sang majikan.
Terlepas dari pandangan lemahnya, agaknya memang benar apa yang
disabdakan oleh Nabi tercinta Muhammad saw:
كادَ الفَقْرُ أنْ يَكُوْنَ كُفْرًا
“Hampir-hampir
kefakiran (kemiskinan) itu menjadi kekafiran” (Imam al-Baihaqi
dalam kitab “Syu’abul Iman” no. 6612)
Ada juga yang sulit ‘jadi manusia’ semata-mata karena ingin
memperkaya diri, keluarga dan golongan. Tamak akan harta dan haus kedudukan.
Siapa mereka ? Mereka adalah orang-orang yang punya uang banyak tapi masih
belum sadar kalau ia sudah jadi beruang. Mereka orang-orang yang punya kursi
jabatan, tetapi masih menginginkan kursi yang lain lagi dan yang lain lagi.
Mereka adalah pejabat yang tidak sadar kalau kedudukannya sebagai ‘pelayan masyarakat’, lantas dengan
bangga mengeruk uang negara dengan dalih begini dan begitu.
Hidupnya dihabiskan dengan menjadi budak harta, uang, jabatan dan
berbagai macam hura-hura dunia yang melenakan itu. Mereka belum sempat –mungkin
terlalu parah kalau kita katakan tidak pernah- melirik nasib orang-orang miskin
disekitarnya. Kalaupun mau atau disuruh beramal, recehanlah jurus jitu
pengelabuhan. Kalau tidak pasti ada udang dibalik batu.
Di lain kasus, muncul ‘orang-orang biasa’ yang juga semakin sulit
untuk jadi ‘manusia normal’. Orang-orang semacam ini berada di antara dua kubu
yang penulis sebutkan di atas. Karenanya, tabiatnya pun sama. Jika kelompok
pertama sulit menjadi manusia normal ialah karena kemiskinan dan kefakirannya,
maka kelompok ketiga ini tak ubahnya seperti kelompok kedua –kelompok beruang-
yang sulit menjadi manusia normal karena sifat tamak dan serakahnya. Jangankan
‘menjadikan’, wong menyulapnya saja rasanya tidak mungkin. Tentu saja
jika dia tetap berkutat pada prinsip tamak dan serakahnya. Kalau taubat itu
lain persoalan kan. Hehe.
Merekalah orang-orang yang mempunyai kekuatan ekonomi yang
biasa-biasa saja, tidak bisa kita sebut kaum elit, namun dipanggil kaum
pemulung pun juga tidak pas. Kelompok tengah-tengah. Lantas, apanya yang salah
? Ya itu, tadi. Mereka yang mengadopsi langkah-langkah kelompok beruang.
Karena keadaan mereka yang serba pas-pasan, mereka bersikeras untuk
mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Sampai di sini memang tidak ada
masalah. Tetapi kemudian, mereka jadi mendewa-dewakan pekerjaan, memuja muji
kerja keras dan harta berlimpah yang belum ada dalam genggaman. Akibatnya,
perhatiannya kepada agama, kepada nabinya, kepada Tuhannya menjadi berkurang.
Memang, keyakinan mereka mula-mula terkikis sedikit demi sedikit, tapi lambat
laun menjadi hilang tanpa bekas. Dibabat habis oleh tuhan baru yang mereka
puja.
Persis seperti yang disabdakan Nabi saw:
إِقْتَرَبَ السَّاعَةُ وَلَايَزْدَادُ
النَّاسُ عَلَى الدُّنْيَا إِلَّا حِرْصًا وَلَا يَزْدَادُوْنَ مِنَ اللهِ إِلَّا
بُعْدًا
Jika
hari kiamat telah hampir terjadi, sifat manusia tidak akan bertambah kecuali
semakin rakus (akan harta dunia) dan mereka tidak bertambah dekat kepada Allah,
melainkan semakin jauh dari-Nya.
(HR. Thabrani)
Manusia yang sulit untuk ‘menjadi manusia’, selanjutnya tidak lain
ialah orang-orang yang ‘berilmu agama’ tetapi masih belum mengetahu bagaimana
cara ‘beragama’ yang benar. Merekalah para kiai, ustadz dan tuan guru yang
masih belum jadi kiai, masih belum jadi ustadz dan tuan guru dalam arti yang
sesungguhnya. Mereka masih sibuk berkhutbah, ceramah, mengajar dan berpidato.
Lantas, lupa mengenai siapa dirinya yang sebenarnya, lupa kepada ajaran yang ia
dakwahkan sendiri, dan tanpa sadar ia lupa dengan Allah dan Rasul-Nya. Ia hanya
sibuk menjaga jamaahnya supaya semakin
banyak dan lantas terpekur dengan ceramahnya. Dengan cara itu amplop honor yang
ia terima menjadi semakin tebal dan banyak.
Dan atau masih sibuk membela pemahaman-pemahaman keagamaan yang
mereka gondol dan mereka akui sebagai kebenaran mutlak itu. Sehingga tidak
menerima untuk dikritisi dari pihak lain. Kalaupun ada yang coba menyanggah
atau membetulkan, lantas mereka mencak-mencak tidak karuan sembari mengeluarkan
dalil al-Qur’an dan al-Hadits yang sudah dimanipulasi. Mereka masih belum
mengenal Allah dengan sebenar-benarnya.
مَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ
إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
Mereka
tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS.
Al-Hajj [22]: 74)
Mendengar ini, mungkin anda akan bertanya: Ah ! Ada-ada saja,
masak ada kiai dan ustadz tuan guru yang
begitu ? Saya jawab: Mungkin–mungkin saja alias bisa-bisa saja. Lho,
kok bisa ? Kan kiai juga manusia, ustadz juga manusia, demikian pula dengan tuan
guru. Untuk fakta di lapangan, silahkan anda flash back di internet atau
di koran-koran yang memberitakan mengenai kasus-kasus kriminal yang menimpa
beberapa ‘tokoh agama’ di tanah air Indonesia tercinta ini. Penulis merasa
tidak enak jika harus menyebut nama-nama mereka, meskipun kabarnya, ada yang sudah
taubat dan kembali ke jalan Allah.
Sebenarnya, inti masalahnya adalah bukan pada titel kiai dan tidak
kiai, bukan pada ustadz dan bukan ustadz, bukun juga pada yang berpredikat tuan
guru dengan yang tidak menyandang predikat tersebut. Melainkan, ada dalam
tradisi penyebutan kita sebagai masyarakat. Kita seringkali menaruh cap kiai
pada seseorang tapi menurut Allah dia bukanlah seorang kiai, atau kita dengan
senang dan berbangga diri men-tuan guru-kan tokoh agama kita, guru kita, atau
orang tua kita misalnya, tetapi di mata Allah dia bukan seorang tuan guru.
Kenapa ? Karena orang yang benar-benar kiai adalah orang yang tahu
cara menuhankan Allah swt. Ia beragama sekaligus berilmu agama. Seorang ustadz
dalam arti sesungguhnya adalah ia yang rela megabdikan seluruh materi, seluruh
kekuatan dan hidupnya demi kejayaan agama Islam yang dicintainya. Begitu juga
dengan orang yang sebenarnya jadi tuan guru, ialah orang yang kualitas
keberagamaannya sudah mencapai peringkat lillahita’ala.
Jadi, ceramahnya bukan sekedar pemikat, pidatonya bukan sekedar
doktrin agar supaya orang ramai-ramai datang ke majlisnya. Melainkan,
semata-mata untuk li i’laa kalimatillah izzul Islam wal muslimin. Yang ada hanya Allah semata dalam hidupnya. Dia tidak punya
keinginan pribadi, yang ada hanya keinginan Allah. Dia adalah seorang yang mengabdi
untuk agama terhebat, Nabi tercinta, dan Tuhan yang tiada dua-Nya.
Benarlah apa yang difirmankan Allah swt dan memang Dia selalu
benar:
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ
وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ
عِبَادِهِ الْعُلَمَاء إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
Dan
demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama .
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fathir [35]: 28)
Ya, begitulah memang. Sekarang, jika saya bertanya pada anda: Maukah
anda menjadi keempat golongan yang ‘tidak normal’ itu ?. Sudah bisa
dipastikan, pasti anda akan manggut-manggut dan lantas mengatakan ‘tidak !’.
Kok bisa ? Lho iya. Mungkin anda akan balas mencibir saya, ‘situ yang
nulis mau gak !? Wong yang nulis saja ndak mau, apalagi saya’.
Hehe. Kalau begitu,
saya ucapkan selamat kepada anda. Saya dan anda sama-sama tidak mau menjadi
orang fakir yang buta mata hatinya. Itu artinya, saya dan anda masih mempunyai
ciri-ciri ‘orang normal’. Ya iya lah, mana ada yang mau. Istilahnya anak
sekarang, ‘Udah fakir, miskin tidak punya uang, gak kenal Tuhan. Idup lagi
!’
Saya dan anda pasti juga tidak mau masuk dan menjadi kelompok yang
kedua dan ketiga. Mereka yang beruang banyak dan kaum pas-pasan yang ambisius
dan serakah. Juga tidak ingin menjadi yang ke-empat. Orang-orang yang hanya
‘berilmu agama’ semata, tetapi tidak pernah mengaplikasikan seluruh ilmu agamanya
untuk ‘hidup beragama’. Yang lantas hanya memanfaatkan predikat, label, dan gelar
yang macam-macam itu. Mereka berhasil menggunakan samaran kiai, ustadz dan tuan
guru untuk mengelabuhi saudara-saudara muslimnya. Hanya topeng !.
Mereka-mereka ini, kalau tidak segera bertaubat bakal mengalami
akhir yang mengenaskan. Na’udzubillah min dzalik. Kalau tidak di dunia,
siksa akhirat pasti didapat. Kenapa penulis berani menyimpulkan demikian ?
Bukankah siksa dan nikmat itu hak priogatif Dia Yang Maha itu ?
Memang benar, itu semua murni dalam kekuasaan dan hak-Nya. Kalau Dia
berkata, ‘silahkan masuk ke surga, ya masuk surga’. Kalau dicap
‘bagianmu di neraka, ya bakal nyemplung ke neraka’. Tetapi, jangan
sampai kita lupa kalau Dia adalah Tuhan. Allah itu Maha Adil, dan tidak pernah mengingkari janji. Bukankah
kata Qur’an:
إِنَّ اللّهَ لاَ يُخْلِفُ الْمِيعَادَ
Sesungguhnya
Allah tidak pernah mengingkari janji. (QS. Ali-Imran
[3]: 9)
Dalam ayat lain, Allah itu adalah sebaik-baik hakim:
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ
الْحَاكِمِينَ
Bukankah
Allah adalah Hakim yang paling adil ?
(QS. At-Tiin [95]: 8)
Nah, sudah
jelas kan. Allah tidak mungkin dan tidak akan pernah mengingkari janji-Nya.
Dalam hal aturan-aturan yang berlaku di alam semesta, Allah swt telah
menetapkan dan menerapkan apa yang kita kenal dengan hukum alam, atau istilah
agamanya ‘sunnatullah’. Jika anda
melempar batu ke atas, maka jatuhnya akan ke bawah, karena itu hukum alamnya.
Begitu juga jika anda menabur kebaikan, maka kebaikanlah yang akan anda dapat,
secara langsung atau tidak langsung. Itulah sunnatullah-nya. Orang sasak mengatakan, ‘Bagus tegaweq bagus tedait, Lenge tegaweq
lenge tedait !’.
Jika di
tetapkan orang yang melakukan keburukan, balasannya adalah siksaan yang pedih
dan bagi yang berbuat kebajikan bakal mendapatkan ‘nikmat yang indah’. Maka
tanda-tandanya sudah jelas. Orang yang hanya mengejar dunia semata atau orang
yang menggunakan agama hanya sebagai topeng, Allah sudah menyiapkan tempat
khusus bagi mereka, yaitu neraka yang panasnya tujuh puluh kali panas api
dunia. Tidak mungkin kebalik kan ?
Lantas,
bagaimana dengan cerita seorang perempuan ‘pendosa’ yang masuk surga gara-gara
memberi minum seekor anjing yang kelaparan ? Saya yakin anda pasti sudah
mendengar kisah ini. Dari cerita ini kemudian timbul kesalah kaprahan, yang
kemudian pendengarnya mulai lupa -atau bener-bener lupa- bahwa seorang pendosa
tidak akan masuk ke dalam surga Allah itu. Apapun alasannya !. Jangankan cuma
sekedar ‘ngasih minum anjing’, orang-orang kafir yang berdosa akibat
mengingkari ke-Tuhan-an Allah dan hendak bersedekah dengan emas seukuran gunung
uhud pun, mereka akan ditolak mentah-mentah oleh surga. Kenapa ? Karena mereka
bukan orang normal. Mereka bukanlah orang-orang yang didambakan surga.
Allah swt
berfirman dalam al-Qur’an:
إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُواْ لَن تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلاَ أَوْلاَدُهُم مِّنَ اللّهِ
شَيْئاً وَأُولَـئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak
dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api
neraka. (QS. Ali Imran [3]: 10)
Dulu, saya juga
sempat menangkap pemahaman yang keliru dari cerita tersebut. Tetapi setelah
dianalisa saya menemukan benang merahnya, bahwa dalam cerita tersebut
digambarkan si perempuan bertaubat akibat dosa yang telah ia perbuat sepanjang
hidupnya. Tentunya dengan taubat yang sebenar-benarnya. Bukan tobat sambel !
hehe. Lantas, sesaat setelah itu ia ingin minum di sebuah sumur karena
kehausan. Dalam kisahnya, diceboklah air sumur itu dengan hak sepatunya
yang cukup dalam. Kemudian, ketika hendak minum, seekor anjing tiba-tiba saja
melongo menghampiri. Lantas, ia lihat rupa-rupanya anjing itu juga haus bahkan
lebih haus dari dirinya. Tanpa pikir panjang didahulukanlah anjing itu untuk
minum ketimbang dirinya.
Selanjutnya
diceritakan, kalau perbuatan si perempuan tersebut adalah satu-satunya kebaikan
yang ia lakukan sesudah ia tobat dan sesaat sebelum kematiannya. Kemudian ia
dimasukkan ke surga karena satu kebaikan yang sudah diridhai oleh Allah itu.
Tidak ada
masalah sama sekali. Si perempuan sudah ‘taubat nasuha’, berati dosanya
sudah 0%, dan apalagi setelah itu ia sempatkan diri untuk melakukan kebaikan,
walaupun cuma satu kebaikan, yakni dengan memberi minum seekor binatang,
meskipun itu anjing. Maka wajar-wajar saja ia dimasukkan ke dalam surga-Nya.
Jadi, si perempuan tadi bukan masuk surga gara-gara ‘dosa-dosanya’, melainkan
karena ‘kebaikannya’. Sekali lagi ‘kebaikannya’ yang dibarengi ridha-Nya.
Firman Allah
swt dalam Al-Qur’an:
وَالَّذِينَ إِذَا
فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ
فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ
يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ , أُوْلَـئِكَ جَزَآؤُهُم
مَّغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ
خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
Dan
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri , mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu
balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir
sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala
orang-orang yang beramal. (QS.
Ali-Imran [3]: 135-136)
Empat golongan yang kita bahas panjang lebar dari awal tulisan di
atas sampai coretan saya saat ini adalah kelompok orang-orang yang ‘tidak
normal’ alias cacat di mata Tuhan. Makanya, kelakuan mereka tidak bisa
dibawa-bawa ke ridha-Nya Allah yang pada gilirannya, mereka-mereka itu tidak
mungkin bisa bertemu dengan Allah swt. dan mustahil masuk surga-Nya.
Kenapa ? Simple saja. Karena, Allah Yang Maha Adil itu tidak akan
meridhai yang ‘tidak normal’, yaitu mereka yang lupa sama Tuhan, pendosa,
serakah dan tamak akan kehidupan dunia. Selama mereka belum bertaubat dan
kembali kepada Allah dalam arti yang sesungguhnya yang bukan sekedar ‘malih
rupa’ semata. Di sisi lain, Dia dengan tangan terbuka menerima dan akan
menempatkan orang-orang yang beriman, bertakwa dan beramal shalih di tempat
yang sebaik-baiknya. Merekalah yang penulis istilahkan dengan ‘PARA NORMAL’
itu.
فَأَمَّا مَنْ طَغَى , وَآثَرَ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا , فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى , وَأَمَّا مَنْ
خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى , فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ
الْمَأْوَى
Adapun
orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia. Maka neraka
jahimlah tempat tinggal mereka (kelak di akhirat). Dan
adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, maka
sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).
(QS. An-Naazi’aat [79]: 37-39)
وَالَّذِينَ
كَفَرواْ وَكَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا أُولَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا
خَالِدُونَ
Adapun
orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.
(QS. Al-Baqarah [2]: 39)
فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ فَيُدْخِلُهُمْ رَبُّهُمْ فِي رَحْمَتِهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ
الْمُبِينُ
Adapun
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh maka Tuhan mereka
memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata. (QS. Al-Jaatsiyah [45]: 30)
Perlu diingat bahwa manusia adalah makhluk kontradiktif, manusia
bukan malaikat yang kertasnya selalu putih, bukan juga setan bin iblis yang
bukunya penuh dengan coretan hitam. Melainkan, manusia adalah makhluk yang bisa
berpahala dan sekaligus bisa berdosa, tergantung dari kadar dan kekuatan
imannya. Dalam istilah Nabi saw: ‘Iman itu bisa naik dan bisa turun’.
Maka dari itu, saya, anda atau siapapun yang merasa diri sebagai
manusia punya ‘banyak peluang’ untuk jadi manusia yang normal dan tidak normal
itu. Agaknya untuk menjadi manusia yang ‘tidak normal’ mungkin mudah, tetapi
untuk menjadi ‘para normal’ akan membutuhkan kerja keras dan perjuangan untuk
senantiasa bisa berucap: Sami’na wa atha’na terhadap apa yang Allah tetapkan. Kalau dalam istilahnya para
ulama, para normal harus selalu: إمتثال المؤمورات واجتناب المنهيات meskipun sesekali khilaf dan lupa. Wajar, kan para normal juga
manusia. Hihi
Saya tutup tulisan ini dengan seruan, ‘Wahai Kawan ! Jadilah Para
Normal’. Jadilah para normal dalam artian seperti yang penulis kemukakan di
atas. Bukan ‘para normal’ seperti yang terpahamkan selama ini. Karena memang,
seperti itulah tujuan kita di desain oleh Dsainer Yang Maha Segala-galanya Itu.
Allah swt. “Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku”.
Wallahu
a’lam bishshawaab !
Assalamu'alaikum.wr.wb semoga admin sehat selalu :)
BalasHapusHai kak, tyg dari Siswa SMK NW Anjani
Mau Bertanya, Postingan Ini Di Tulis Langsung (karangan sendiri) atau sudah ada di google kak?
mohon maaf untuk pertanyaan yang kurang efektif :3
Wa'alaikumussalam wr. wb.,,, Amin atas doanya.
BalasHapusAlhamdulillah semua tulisan di blog ini murni tulisan tiang sendiri, kecuali postingan yang tiang cantumkan sumbernya, sperti biografi Istri-Istri Nabi, Tanya Jawab Ust. Hurna Wijaya di RDA dll. Kasitau klo ada tulisan yang saya lupa cantumkan sumbernya.