RADIO DEWI ANJANI

RUKUN KALAM BAHASA ARAB

RUKUN KALAM
Oleh: Wildan Kurnia

          Suatu ucapan atau perkataan bahasa Arab bisa dikategorikan sebagai kalam menurut ulama Nahwu apabila memenuhi empat rukun. Dengan demikian apabila suatu ucapan/perkataan yang kurang dari salah satu rukun saja, maka tidak bisa disebut sebagai kalam.


          Berikut ini empat rukun kalam menurut kesepakatan ulama Nahwu:


                1.      Lafadzh


          Bila ditinjau dari sisi kebahasaan, kata اَللَّفْظُ   bisa berarti: الطَّرْحُ وَ الرَّمْيُ مُطْلَقًا   (muntah, melempar secara mutlak), seperti perkataan: لَفَظَتِ الرَّحَى الدَّقِيْقَ   (Mesin penggiling mengeluarkan gandum) dan اَكَلْتُ التَّمْرَةَ وَلَفَظْتُ النَّوَاةَ   (Aku memakan kurma dan menghempaskan bijinya).  Tetapi, sebagian ulama ada yang membatasi makna yang dimiliki lafadzh ini. Yaitu  -kata mereka- khusus untuk suara-suara yang keluar dari mulut manusia yang memiliki makharij al-Huruf seperti tenggorokan, lisan dan kedua bibir. Jadi, perkataan لَفَظَتِ الرَّحَى الدَّقِيْقَ   merupakan majaz. Ulama yang berpendapat demikian salah satunya adalah Syaikh Yasin Rahimahullah. Sedangkan Syaikh as-Sa’d dan al-Fakihi berpendapat mutlak, hanya saja pengamalannya dikhususkan dalam “penggunaan bahasa” bukan “makna asal dalam bahasa” karena kalimah اللفظ  memungkinkan untuk digunakan secara hakiki dan secara majaz. Pendapat lain, bahwasanya kalimah اللفظ yang ada dalam devinisi kalam tersebut menggunakan makna isim maf’ul (بِمَعْنَى اسْمِ الْمَفْعُوْلِ)   yaitu المَلْفُوْظُ  .1


          Dalam istilah ulama Nahwu lafadzh didefinisikan sebagai berikut:

اللَّفْظُ هُوَ الصَّوْتُ الْمُشْتَمِلُ عَلَى بَعْضِ الْحُرُوْفِ الْحِجَائِيَّةِ الَّتِى اَوَّلُهَا الْاَلِفُ
 وَآخِرُهَا الْيَاءُ تَحْقِيْقًا اَوْ حُكْمًا
Lafadzh adalah suara/ucapan yang memuat sebagian huruf hijaiyyah, yakni huruf yang diawali alif dan diakhiri ya’.

          Maksud suara dalam devinisi di atas adalah:

الصَّوْتُ عَرَضٌ يَقُوْمُ بِمَحَلٍّ يَخْرُجُ مِنْ دَاخِلِ الرِّئَةِ اِلَى خَارِجِهَا مَعَ النَّفَسِ مُسْتَطِيْلاً مُمْتَدًّا مُتَّصِلاً بِمَخْرَجٍ مِنْ مَخَارِجِ حُرُوْفٍ اَلْحَلْقِ وَاللِّسَانِ وَالشَّفَتَيْنِ
Suara yang dimaksudkan ialah: Suatu sifat yang berasal dari suatu tempat yang keluar bersamaan dengan nafas dari rongga paru-paru menuju tempat diluar paru-paru, memanjang hingga bertemu makhraj-makhraj huruf yang terdiri dari tenggorokan, lisan dan kedua bibir. 2
          Lafadzh adakalanya secara hakiki seperti ucapan: زَيْدٌ , مَدْرَسَةٌ   dan adakalanya secara hukum seperti ucapan berupa dhamir mustatir di dalam fiil amer mufrad, contohnya: اِضْرِبْ اى اَنْتَ  . Dhamir mustatir terebut dianggap sebagai lafadzh hukmiyyah. 3


          Dari definisi diatas, jelaslah bahwa kitabah (tulisan), isyarat, uqad (menunjukkan bilangan menggunakan jari, nushab (palang-palang petunjuk), mihrab (pengimaman/petunjuk kiblat) tidak bisa disebut sebagai lafadzh menurut ulama Nahwu karena tidak bersuara/tidak berupa ucapan dan tidak memuat huruf hijaiyyah.


Pembagian Lafadzh

          Syaikh ar-Razi Rahimahullah berkata bahwa lafadzh itu adakalanya muhmal (tidak terpakai) dan adakalanya musta’mal (terpakai).4 Berikut definisinya:

a  .      Lafadzh Muhmal  (مُهْمَلٌ)

اللَّفْظُ الْمُهْمَلُ هُوَ الَّذِى لَمْ يُوْضَعْ فِى التَّكَلُّمِ

Lafadzh muhmal adalah lafadzh yang dicetak/dibuat tidak untuk menunjukkan makna/arti seperti lafadzh دَيْزٌ   yang merupakan kebalikan dari زَيْدٌ


b    b.   Lafadzh Musta’mal (مُسْتَعْمَلٌ)


اللَّفْظُ الْمُسْتَعْمَلُ هُوَ الَّذِى يُوْضَعُ فِى التَّكَلُّمِ

Lafadzh musta’mal adalah lafadzh yang pada asal pencetakannya/pembuatannya menunjukkan makna/arti, seperti lafadzh زَيْدٌ   (nama orang), مَدْرَسَةٌ   (madrasah), dan lain lain.


          Kemudian, lafadzh musta’mal terbagi menjadi tiga, yaitu lafadzh mufrad, lafadzh murakkab dan lafadzh mu’allaf.

         a) .      Lafadzh Mufrad

اللَّفْظُ الْمُسْتَعْمَلُ الْمُفْرَدُ هُوَ مَا لَا يَدُلُّ شَيْئٌ مِنْ اَجْزَائِهِ عَلَى شَيْئٍ مِنَ الْمَعَانِى

Lafadzh mufrad adalah lafadzh yang juzuk atau bagian dari lafadzh itu sama sekali tidak menunjukkan pada sebagian maknanya, seperti lafadzh زَيْدٌ  , karena juzuk dari lafadzh itu seperti zai (ز)   tidak akan bisa menunjukkan pada sebagian dari maknanya.


         b) .      Lafadzh Murakkab

اللَّفْظُ اْلمُسْتَعْمَلُ الْمُرَكَّبُ هُوَ مَا يَدُلُّ شَيْئٌ مِنْ اَجْزَائِهِ عَلَى شَيْئٍ مِنَ الْمَعَانِى

Lafadzh Murakkab adalah lafadzh yang sebagian juzuk dari lafadzh itu menunjukkan pada juzuk makna dari lafadzh yang tersusun itu.


Contohnya adalah lafadzh عَبْدُ اللهِ  , lafadzh ini kalau yang kita lihat pada penggabungan lafadzhnya adalah sebagai isim alam maka ia dinamakan lafadzh mufrad. Dan jika kita lihat penggabungannya itu adalah sebagai Idhafat (mudhaf dengan mudhafun ilaih) maka ia dinamakan lafadzh murakkab.


c) .       Lafadzh Muallaf

اللَّفْظُ الْمُسْتَعْمَلُ الْمُؤَلَّفُ هُوَ مَا يَحْصُلُ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْ جُزْاَيْهِ دَلَالَةٌ عَلَى مَدْلُوْلٍ آخَرَ عَلَى جَمِيْعِ الْاِعْتِبَارَاتِ
      Lafadzh Muallaf adalah adalah lafadzh yang dari segala sudut pandang, juzuk atau  
      bagiannya bisa menunjukkan pada makna.


Contohnya seperti:  اَلْعَالَمُ حَادِثٌ   (Alam itu baharu-tidak kekal), اَلْاَرْضُ كُرَةٌ   (Bumi itu bulat), زَيْدٌ مُنْطَلِقٌ   (Zaid pergi) dan lain-lain.


                  2.      Murakkab


              Secara bahasa Murakkab dibentuk dari kalimah تَرْكِيْبٌ   yang maknanya; وَضْعُ شَيْءٍ عَلَى شَيْءٍ سَوَاءٌ كَانَ بَيْنَهُمَا مُنَاسَبَةٌ اَوْلَا   (Menaruh sesuatu di atas sesuatu yang lain baik keduanya sesuai atau tidak). “Baik keduanya sesuai atau tidak” inilah yang membedakan kalimah تَرْكِيْبٌ  dengan تَاْلِيْفٌ  . Yang dimana, makna dari تَآْلِيْفٌ  itu  adalah: التَّاْلِيْفُ هُوَ وَضْعُ شَيْئٍ بِاِزَاءِ شَيْئٍ بَيْنَهُمَا مُنَاسَبَةٌ   (menaruh sesuatu di atas sesuatu yang lain dan sesuai di antara keduanya,  seperti susunan mubtada dengan khabar, fi’il dengan fa’il dan lain-lain). Jadi, setiap yang ta’lif itu bisa disebut tarkib tetapi tidak semua tarkib bisa disebut ta’lif, kalau istilah orang Arab: كُلُّ تَاْلِيْفٍ تَرْكِيْبٌ وَلَا عَكْسِى  .5


           Sedangkan dalam istilah ulama Nahwu Murakkab adalah:

الْمُرَكَّبُ هُوَ مَا تَرَكَّبَ مِنْ كَلِمَتَيْنِ فَاَكْثَرَ تَرْكِيْبًا اِسْنَادِيًّا

Murakkab adalah lafadzh yang tersusun dari dua kalimah atau lebih dengan susunan isnadiy.


           Rangkaian dua kata atau lebih (Murakkab) adakalanya terangkai secara nyata (حَقِيْقَةً)   seperti: قَامَ زَيْدٌ   (Zaid berdiri), atau secara hukum saja (حُكْمًا)  seperti: زَيْدٌ  sebagai jawaban dari pertanyaan مَنِ الْجَائِي ؟   (Siapakah yang datang?). Kalimah زَيْدٌ  secara hukum tetap dikategorikan Murakkab, karena berasal dari rangkaian kalam هُوَ زَيْدٌ   . 6


          Murakkab yang menjadi persyaratan kalam harus berupa tarkib Isnadiy, hal ini mengecualikan tarkib selain isnadiy seperti tarkib Mazjiy, tarkib Idhafiy, tarkib Adadiy, tarkib Bayaniy, tarkib ‘Athfiy dan tarkib-tarkib lain yang bukan Isnadiy.


Macam- Macam Murakkab


         a.      Murakkab Isnadiy  (اَلْمُرَكَّبُ الْاِسْنَادِيُّ)

هُوَ مَا تَرَكَّبَ مِنَ الْمُسْنَدِ وَالْمُسْنَدِ اِلَيْهِ

Murakkab Isnadiy adalah lafadzh yang tersusun dari musnad/hukum dan musnad ilaih/mahkum ‘alaih.
          Murakkab macam ini istilah lainnya adalah jumlah, baik jumlah ismiyyah atau fi’liyyah. Contohnya: خَالِدٌ مُجْتَهِدٌ    (Kholid adalah orang yang rajin) dan ذَهَبَ عَمْرٌو   (‘Amir telah pergi).

  
Beberapa istilah yang menyangkut Murakkab Isnadiy ini adalah: Isnad, Musnad, dan Musnad ilah.

Ø  Isnad

اَلْاِسْنَدُ هُوَ نِسْبَةُ حُكْمٍ اِلَى اسْمٍ اِيْجَابًا اَوْ سَلْبًا اى الْحُكْمُ بِشَيْئٍ عَلَى شَيْئٍ كَقَامَ زَيْدٌ وَ مَا زَيْدٌ قَائِمٌ
Penyandaran predikat hukum posotif atau negatif terhadap subyek dengan kata lain, menghukumi sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Syaikh Ibrahim al-Baejuri Rahimahullah mendefinisikan Isnad sebagai:
ضَمُّ كَلِمَةٍ اِلَى اُخْرَى عَلَى وَجْهٍ يُفِيْدُ
Isnad ialah menggabung kalimah dengan kalimah yang lain dengan tujuan untuk memperoleh faidah.
Contohnya:      قَامَ زَيْدٌ  (Zaid telah berdiri)
مَا زَيْدٌ قَائِمٌ   (Zaid tidak berdiri)

Contoh tersebut mengandung penyandaran predikat berdiri/tidak berdiri terhadap Zaid –sebagai subyek-.7

Ø  Musnad (Predikat)
اَلْمُسْنَدُ هُوَ مَا حُكِمَتْ بِهِ عَلَى شَيْئٍ

Musnad adalah hukum (predikat) yang disandarkan terhadap subyek seperti kata قَامَ   pada contoh قَامَ زَيْدٌ  dan kata قَائِمٌ   dalam contoh  زَيْدٌ قَائِمٌ

Ø  Musnad Ilaih

اَلْمُسْنَدُ اِلَيْهِ هُوَ مَا حُكِمَتْ عَلَيْهِ بِشَيْئٍ اي اَنْ يُسْنَدَ اِلَيْهِ مَا تَتِمُّ بِهِ الفائدة
Musnad ilaih adalah sesuatu yang disandari hukum (yang menyandang sebuah predikat) seperti lafadzh زَيْدٌ   dalam contoh قَامَ زَيْدٌ   dan زَيْدٌ قَائِمٌ   .
          Selanjutnya perlu diketahui, bahwa Musnad bisa berupa kalimah isim seperti kata قَائِمٌ   dalam contoh  زَيْدٌ قَائِمٌ , atau berupa kalimah fi’il, misalnya kata قَامَ   pada contoh قَامَ زَيْدٌ , bisa juga berupa jumlah seperti lafadzh قُمْتُ   dalam contoh اَنَا قُمْتُ   . Sedangkan kalimah yang bisa menjadi Musnad Ilaih hanyalah kalimah isim (yang menjabat kedudukan fa’il, naibul fa’il, mubtada’, isimnya fiil naqish, isimnya kalimah huruf yang beramal dengan amalan “laisa”, isimnya اِنَّ   dan teman-temannya, dan isimnya لاnafi jinsi) seperti lafadzh زَيْدٌ   dan اَنَا   dalam contoh-contoh di atas.8


               b.      Murakkab Idlofiy  (اَلْمُرَكَّبُ الْاِضَافِى)

هُوَ مَا تَرَكَّبَ مِنَ الْمُضَافِ وَالْمُضَافِ اِلَيْهِ

Murakkab Idlofiy adalah lafadzh yang tersusun dari mudlaf dan mudlafun ilaih. 


           Idhofah adalah penisbatan atau penyandaran lafadzh pertama (mudhof) pada lafadzh yang kedua (mudhof ilaih) dengan mengira-ngirakan huruf jer dan mewajibkan terbacanya jer lafadzh yang kedua.
Contohnya: كِتَابُ التِّلْمِيْذِ   (Buku siswa)
خَاتَمُ فِضَّةٍ   (Cincin perak) dan lain-lain. 


           Rincian masalah ini akan dibahas nanti pada bab “Menjelaskan isim-isim yang terbaca Jer” Insyaallah.9


               c.       Murakkab Mazjiy  (اَلْمُرَكَّبُ الْمَزْجِيُّ)

هُوَ كُلُّ كَلِمَتَيْنِ رُكِّبَتَا وَجُعِلَتَا كَلِمَةً وَاحِدَةً

Murakkab Mazjiy adalah setiap dua kalimah yang disusun lalu dijadikan/menjadi satu kalimah.

Contoh:
حَضْرَمَوْتَ     : asalnya  حَضْرٌ   dan  مَوْتٌ    (nama salah satu daerah di Yaman)

بَعْلَبَكَّ             : asalnya بَعْلٌ    dan  بَكٌّ      (nama salah satu daerah di Syam)

بَيْتَ لَحْمَ          : asalnya بَيْتٌ    dan لَحْمٌ   (nama salah satu daerah di Palestina)

صَبَاحَ مَسَاءَ     : asalnya صَبَاحٌ   dan مَسَاءٌ   (kapan-kapan, sewaktu-waktu)
بَيْتَ بَيْتَ          : asalnya بَيْتٌ   dan  بَيْتٌ   (dekat, bersebelahan, bertetangga)
شَذَرَ مَذَرَ         : asalnyaشَذَرَ    dan مَذَرَ   (terpecah belah, bercerai berai)


           Murakkab Mazjiy, penyatuan dua kalimah menjadi tak terpisahkan dengan memposisikan kalimah yang kedua layaknya ta’ ta’nits. Artinya penempatan i’rab terletak pada akhir kalimah yang kedua, sedangkan kalimah yang pertama tetap dalam satu kondisi yaitu dibaca fathah, kecuali jika berupa huruf illat atau nun, maka disukun.

          Contoh yang memakai huruf illat:  مَعْدِ يْكَرِبَ
         Contoh yang berupa nun  : بَاذِنْجَانَةَ

          Murakkab Mazjiy ini terbagi menjadi dua yaitu:
Ø  Mazjiy yang menunjukkan nama  (مَا دَلَّ عَلَى الْعَلَمِ)
 
هُوَ مَا يُخْتَمُ بِوَيْهِ   yaitu mazjiy yang diakhiri dengan kata "ويه"  . Contohnya: سِيْبَوَيْهِ رَجُلٌ نَحْوِيٌّ   (Sibawaih adalah seorang yang ahli Nahwu)

Ø  Mazjiy yang tidak menunjukkan nama (مَا لَا يَدُلُّ عَلَى الْعَلَمِ )
 
هُوَ مَا يُخْتَمُ بِغَيْرِ وَيْهِ   yaitu mazjiy yang tidak diakhiri dengan kata "ويه"

Contohnya: ذَهَبْتُ اِلَى حَضْرَمَوْتَ   (Aku pergi ke Hadramaut).


                d.      Murakkab ‘Adadiy  (اَلْمُرَكَّبُ الْعَدَدِيُّ)

هُوَ كُلُّ عَدَدَيْنِ كَانَ بَيْنَهُمَا حَرْفُ عَطْفٍ مُقَدَّرٍ

Murakkab ‘Adadiy adalah setiap dua bilangan yang diantaranya terdapat huruf ‘athof yang dikira-kirakan.
          Murakkab ini merupakan bagian dari Murakkab Mazjiy. Namun bilangan yang disebut murakkab ‘adadiy hanya bilangan dari 11 sampai 19. Sedangkan bilangan 21 sampai 99 tidak disebut murakkab ‘adadiy. Contohnya:

   اَحَدَ عَشَرَ   / اَلْحَادِى عَشَرَ  
ثَلاَثَةَ عَشَرَ   / اَلثَّالِثَ عَشَرَ
سِتَّةَ عَشَرَ   / السَّادِسَ عَشَرَ

        Khusus untuk bilangan dua belas اِثْنَتَا عَشْرَةَ   & اِثْنَا عَشَرَ  , kalimah pertama tidak dihukumi mabni fathah, melainkan di’irabi layaknya isim tasniyah, yakni ditandai dengan huruf alif saat terbaca rafa’ seperti: اِثْنَتَا عَشْرَةَ   & اِثْنَا عَشَرَ , dan ditandai dengan huruf ya’ saat terbaca nashab dan jer, seperti: اِثْنَتَيْ عَشْرَةَ   & اِثْنَيْ عَشَرَ  10


                      e.      Murakkab ‘Athfiy  (اَلْمُرَكَّبُ الْعَطْفِيُّ)

هُوَ مَا تَرَكَّبَ مِنَ الْمَعْطُوْفِ وَالْمَعْطُوْفِ عَلَيْهِ بِتَوَسُّطِ حَرْفِ الْعَطْفِ بَيْنَهُمَا

Murakkab ‘Athfiy adalah susunan ma’thuf (lafadzh yang diathafkan) dan ma’thuf alaih (lafadzh yang diathofi) dengan menjadikan huruf athaf sebagai penghubung diantara keduanya.
          Murakkab ‘Athfiy atau ‘Athof dibagi menjadi dua:
Ø  ‘Athof Nasaq (عَطْفُ النَّسَقِ)

هُوَ تَابِعٌ يَتَوَسَّطُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَتْبُوْعِهِ حَرْفٌ مِنْ اَحْرُفِ الْعَطْفِ

Isim yang mengikut pada matbu’ (lafadzh yang diikuti) dalam hal i’rab dengan perantara salah satu huruf ‘athof.
Contohnya: يَنَالُ التِّلْمِيْذُ وَالتِّلْمِيْذَةُ الْحَمْدَ   (Siswa dan siswi memperoleh pujian).
Ø  ‘Athof Bayan (عَطْفُ الْبَيَانِي)

هُوَ التَّابِعُ الْمُشَبِّهُ النَّعْتِ فِى تَوْضِيْحِ مَتْبُوْعِهِ اِنْ كَانَ مَعْرِفَةً وَتَخْصِيْصِهِ اِنْ كَانَ نَكِرَةً
Isim yang menyerupai na’at dalam hal memperjelas kesamaran matbu’ (lafadzh yang diikuti) ketika matbu’nya berupa isim ma’rifat, dan mentakhshish maknanya matbu’ ketika berupa isim nakirah.
Contohnya:
 اَقْسَمَ بِاللهِ اَبُوْ حَفْصٍ عُمَرُ   (Abu Hafsh yakni Umar, bersumpah demi Allah).
هَذَا خَاتَمٌ حَدِيْدٌ   (Ini cincin yakni besi).11


                       f.        Murakkab Bayaniy  (اَلْمُرَكَّبُ الْبَيَانِيُّ)

هُوَ كُلُّ كَلِمَتَيْنِ كَانَتْ ثَانِيَتُهُمَا مُوْضِحَةً مَعْنَى الْاَوَّلِ

Murakkab Bayaniy adalah setiap dua kalimah yang keberadaan lafadzh yang kedua memperjelas makna/kandungan lafadzh yang pertama.


          Dalam hal ini meliputi Murakkab Washfiy, Taukidiy, dan Badaliy.


Ø  Murakkab Washfiy (اَلْمُرَكَّبُ الْوَصْفِيُّ)

هُوَ مَا تَالَّفَ مِنَ الصِّفَةِ وَالْمَوْصُوْفِ   (Susunan sifat dan maushuf). Contohnya: جَاءَ زَيْدٌ الْكَرِيْمُ   (Zaid yang mulia telah datang). Murakkan Washfiy ini dibagi dua yaitu, Murakkab Washfiy yang Haqiqiy atau sering disebut Na’at Haqiqiy dan Murakkab Washfiy yang Sababiy atau sering disebut Na’at Sababiy. Penjelasan lebih lanjut Insyaallah akan dipaparkan pada babnya nanti.

Ø  Murakkab Taukidiy (اَلْمُرَكَّبُ التَّوْكِيْدِيُّ)

هُوَ مَا تَالَّفَ مِنَ الْمُؤَكَّدِ وَالْمُؤَكِّدِ   (Susunan Taukid –lafadzh yang dikuatkan- dan Muakkid –lafadzh yang menguatkan-). Contohnya: جَاءَ زَيْدٌ نَفْسُهُ   (Zaid datang sendirian). Murakkab ini juga dinamakan dengan istilah Taukid yang mana ia dibagi menjadi dua bagian. Yaitu Taukid afdzhiy dan Taukid Ma’nawiy. Selengkapnya akan diterangkan nanti.

Ø  Murakkab Badaliy (اَلْمُرَكَّبُ الْبَدَلِيُّ)

هُوَ مَا تَالَّفَ مِنَ الْبَدَلِ وَالْمُبْدَلِ مِنْهُ   (Susunan antara Badal/ pengganti dengan Mubdal minhu/lafadzh yang diganti). Murakkab Badaly ada empat yaitu: Badal Muthobiq, Badal Ba’di Minal Kull, Badal Isytimal, dan Badal Mubayin. Penjelasannya menyusul Insyaallah.



BERSAMBUNG 

Refrensi:
1.      Al-Bajuriy, Syaikh Ibrahim. Tanpa Tahun. Fath Rabb al-Bariyyah. Surabaya: Al-Hidayah. hlm.7
2.      Salim, al-Ustadz Muhammad Ma’shum Ibnu. Tanpa Tahun. Tasywiq al-Khilan. Surabaya: Toko Kitab al-Hidayah. hlm.7
3.      Al-Bajuriy, Syaikh Ibrahim. Tanpa Tahun. Fath Rabb al-Bariyyah. Surabaya: Al-Hidayah. hal.7
4.      Syarh Munfashal, hlm. 19
5.      Al-‘Asymawi, Syaikh. Tanpa Tahun. Syarh Hasyiyah al-‘Asymawi. Surabaya: Maktabah al-Hidayah. hlm.3
6.      Abi al-Naja’, hal. 8., Yasin al-Fakihi ma’a Hamisy, juz 1, hal. 89., Al-Kawakib al-Durriyah ma’a Hamisy, juz 1, hal. 6
7.      Al-Ghalayain, Musthafa. 2005. Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah juz 1. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. Hlm 10-11
8.      Jamaluddin, Syaikh. Tanpa Tahun. Syudzur al-Dzahab fi Ma’rifah Kalam al-‘Arab. Indonesia: Maktabah Dar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah. Hlm 31
9.      Al-Ghalayain, Musthafa. 2005. Jami’ al-Durus al-‘Arabiyyah juz 1. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. Hlm 9
10.  Jami’ al-Durus, Juz 1, hal. 13., Hasyiyah Yasin al-Fakihi, juz 1, hal. 47-49
11.  Hamisy Hasyiyah al-Khudlari, juz II, hal. 60., Kawakib al-Durriyah ma’a Hamisy, juz II, hal. 90., Syarh Adzhariyyah, hal. 91., Hasyiyah Abi al-Naja’, hal. 72
.


 

2 komentar:

  1. sudah sy cntumkan seadanya, tpi blm disesuaikan dengan cara meletakkan footnote yang benar. maklum blm sempat di crosscheck, hehe

    BalasHapus

Berkomentar dengan Ilmu dan Sopan

Rabbaanii Islamic School Bekasi