MAKALAH
E M P I R
I S M E
Disusun
Guna Memenuhi Tugas:
Mata Kuliah : FILSAFAT
ILMU
Dosen Pengampu : Masdani,
M.Hum.
Oleh:
WILDANI
KURNIA SAPUTRA
FAKULTAS AGAMA ISLAM JURUSAN
AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN (UNW) MATARAM 2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya yang telah di
berikan kepada saya. Karena berkat itu semua saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Meskipun saya pribadi tidak yakin dapat menyelesaikan makalah ini dengan
sebaik mungkin. Namun dalam pembuatan makalah ini saya dapat menyelesaikannya
dengan tepat pada waktu yang telah di tentukan berdasarkan kebijakan dosen
pengampu, Bapak Masdani, M.Hum. Atas kemurahan hati beliau yang terwujud dengan
adanya kesempatan kedua dalam pembuatan makalah ini, saya ucapkan
banyak-banyak terima kasih.
Makalah ini membahas tentang Empirisme. Empirisme
adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil
dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai
suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat
bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal,
melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata,
lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu
yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Saya berharap makalah
ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan yang bermanfaat bagi para
pembaca.Tak ada gading yang tak retak, begitu pula makalah yang saya buat ini,
masih banyak memiliki kekurangan. Untuk itu saya harapkan saran, kritik, komentar dan masukan yang membangun.
Anjani, 11
September 2016
Wildani
Kurnia Saputra
BAB I
PENDAHULUAN
Uraian pendahuluan ini memuat pembahasan mengenai
latar belakang, perumusan masalah dan sistematika penulisan makalah.
A. Latar Belakang
Filsafat Yunani klasik merupakan permulaan dari
pemikiran filsafat atau pembahasan filsafat secara spekulatif rasional dan
irrasional dogmatis. Filsafat Yunani klasik merupakan contoh ilustrasi
pemikiran dan pembahasan masalah filsafat secara sistematis dan lengkap dan
berlaku sampai sekarang.
Berbagai pemikiran tentang filsafat mengalami kemajuan
pada masa Renaissance. Memasuki abad ke-17 beberapa filosuf mencapai
penyempurnaan dan kedewasaan pemikiran. Pengaruhnya sangat besar bagi
pemikiran-pemikiran filsafat pada masa berikutnya.
Oleh karena itu, pada masa ini yang dipandang sebagai
sumber pengetahuan hanya apa yang secara alamiah dapat dipakai manusia yaitu
akal atau rasio dan pengalaman atau empiris. Orang cenderung untuk memberikan
tekanan kepada salah satu dari keduanya. Pada abad ini muncul dua aliran
filsafat yang saling bertentangan yaitu rasionalisme dan empirisme.
Rasionalisme adalah sebuth aliran filsafat yang menekankan
akal atau rasio sebagai sumber pengetahuan yang memiliki nilai kebenaran dan
dapat diuji keilmiahannya. Maka pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang
memenuhi syarat kebenaran ilmiah secara mutlak. Adapun pengalaman hanya dapat
dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang telah diperoleh akal. Akal tidak
memerlukan pengalaman karena akal dapat menurunkan kebenaran dari pada dirnya
sendiri yaitu atas dasar asas-asas yang pasti. Metode yang diterapkan adalah
deduktif dengan pendekatan ilmu pasti.
Segala sesuatu dapat dan harus dimengerti secara
rasional. Suatu pernyataan hanya boleh diterima sebagai benar dan sebuah claim
hanya dapat dianggap sah apabila dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Wewenang tradirsional otoritas dan dogma merupakan pernyataan yang dianggap
tidak dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Rasionalisme merupakan semacam pemberontakan terhadap
otoritas-otoritas tradisional yang bersifat dogmatis. Tidak cukup untuk
mendasarkan sebuah tuntutan atas wewenang pihak yang menuntut, melainkan isi
tuntutan itu sendiri harus dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Aliran
filsafat ini secara hakiki bersifat anti tradisional.
Adapun aliran empirisme berpendapat bahwa empirik atau
pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan baik pengalaman yang batiniyah
maupun yang lahiriayah. Akal bukan menjadi sumber pengetahuan, akan
tetapi akal mendapatkan tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari
pengalaman. Metode yang diterapkan adalah induksi. Semula aliran ini seperti
masih menganut semacam realisme yang naif yang menganggap bahwa
pengenalan yang diperoleh melalui pengalaman tanpa penyelidikan lebih lanjut
telah memiliki nilai yang obyektif. Akan tetapi kemudian nilai pengenalan yang
diperoleh memalui pegalaman itu sendiri dijadikan sasaran atau obyek
penelitaian.
Aliran ini muncul di Inggris pada awalnya dipelopori
Francis Bacon (1531-1626). Pada perkebangannya dilanjutkan oleh tokoh-tokoh
pasca Descartes seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704),
Berkeley (1685-1753), dan yang terpenting adalah David Hume (1711-1776).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat dalam latar belakang,
pemakalah mengajukan permaslahan sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan empirisme beserta konstruksinya?
2.
Bagaimanakah pemikiran para filosuf empiriseme tentang ilmu pengetahuan?
3. Jelaskan telaah krititis pemikiran filsafat
empirisme?
C. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pokok permsalahan, maka penulis
menysun makalah ini dengan sistematika sebagai berikut:
Bab
I : Pendahuluan, pemakalah menyajikan
latar belakang, permasalahan dan kerangka teori
serta sistematika penulisan.
Bab
II : Pembahasan berisi tentang pengertian dan konstruksi empirisme, pemikiran
empirisme beserta filosofnya dan telaah kritis tentang pemikiran filsafat
empirisme.
Bab
III : Penutup, disajikan beberapa kesimpulan, saran/kritik dan kata penutup.
E. Tujuan
Penulisan
a. Memenuhi tugas mata kuliah
Filsafat Umum
b. Untuk menambah wawasan bagi
Mahasiswa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Filsafat Empirisme
Dalam ilmu pengetahuan yang paling berguna, pasti dan
benar itu deperoleh orang melalui inderanya. Empirislah yang memegang peranan
amat penting bagi pengetahuan, malahan barangkali satu-satunya dasar pendapat
di atas itu disebut empirisme.
Empirisme merasa puas untuk menggarap hasil
pekerjaannya dalam bidang materi hanya sebagai hipotesa yang dapat diubah
menurut pengalaman di kemudian hari. Pada perkembangannya, empirispun
diupayakan menjadi radikal dengan klaimnya harus tidak menerima dalam bentuknya
unsur apa saja yang tidak dialami secara langsung atau mengeluarkan dari
bentuknya unsur yang dialami secara langsung. Pengalaman-pengalaman dan
fakta-fakta kehidupan sehari-hari merupakan dasar, realitas adalah hal yang
dialami baik merupakan benda atau perubahan keadaan.
1. Pengertian Empirisme
Beberapa pemahaman tentang pengertian empirisme cukup
beragam, namun intinya adalah pengalaman. Di
antara pemahaman tersebut antara lain:
a.
Empirisme berasal dari kata Yunani empirikos yang berasal dari kata empeiria,
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamnnya. Bila dikembalikan kepada kata Yunaninya pengalaman yang dimaksud
adalah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena ia menyentuhnya, gula
manis karena ia mencicipinya.
b.
Empirisme adalah faham filsafat yang mengajarkan bahwa benar adalah yang logis
dan ada bukti empiris. Menurut empirisme yang benar adalah anak panah bergerak
sebab secara empiris dapat dibutktikan bahwa anak panah itu bergerak. Coba saja
perut anda menghadang anak panah itu perut anda akan tembus, benda yang tembus
sesuatu haruslah benda yang bergerak.
c.
Empirisme dalam bahasa Inggris, empiricism; dari Yunani empeiria,
empiris (berpengalaman dalam, berkenalan dengan, terampil untuk) latin experienta
(pengalaman). Empirisme adalah doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus
dicari dalam pengalaman. Salah satu teori mengenai asal pengetahuan.
d. Secara etimologi, istilah empirisme berasal dari
kata Yunani empeiria yang berarti pengalaman.
2.
Konstruk Empiris
Rome Harre dalam tulisannya “Varieties of Realism
(1986)” membedakan tiga realm (domein) entitas empirik
sebagaimana dinukil Prof. Dr. H. Noeng Muhadjir.
a. Realm
1 adalah entitas empirik yang dapat ditangkap dengan panca indera manusia.
Benda-benda
yang bisa diamati indera manusia adalah nyata. Yang benar-benar nyata adalah
gerak dari bagian-bagian kecil benda itu yang menunjukkan sifatnya.
b. Realm
2 adalah entitas empirik yang tidak dapat ditangkap panca indera secara
langsung.
Mikro-organisme,
sinar X merupakan entitas empiris yang hanya dapat ditangkap panca indera kita
dengan instrumen. Entitas empiris realm 2 ini merupakan evidensi
instrumentatif. Benda-benda yang bisa diamati walaupun dengan alat bantu karena
memiliki sifat kebendaan sehingga bisa ditangkap dengan panca indera adalah
nyata.
c. Entitas empirik realm 3 adalah evidensi
seperti neutron, chip dengan berjuta fungsi dan lain-lain. Entitas empirik realm
3 dapat dibuktikan dengan terapan disertai penjelasan teoretik logik.
Prof. Dr. Noeng Muhadjir membedakan konstruk empirik
atas pengahanyatan empirik sensual, penghayatan empirik logik, penghayatan
empirik etik dan penghayatan empirik transendental. konstruk empirik ini ternyata lebih detail dan
datarannya lebih berlanjut. Namun bila dikorelasikan denga pendapat Rome Hare
sebenarnya sangat berhubungan dan saling mendukung.
Entitas empirik realm 1 termasuk dalam
penghayatan empirik sensual. Sedangkan realm 2 dan realm 3 termasuk dalam
penghayatan empirik logik. Penghayatan konstruk empirik tersebut dapat
diteruskan pada dataran berikutnya, yakni penghayatan empirik etik dan
penghayatan empirik transendental.
Dengan meminjam konsep entitas emprik Rome Harre
barangkali telaah entitas emprik konsep Noeng Muhadjir; entitas empirik bisa
dikategorikan sebagai realm 4. Entitas empirik etik secara konseptual
merupakan entitas empirik yang kebenarannya dapat dibuktiakan dengan uji
koherensi pada values yang diakui sebagai kriteria moral universal.
Penghayatan empirik transendental dapat pula disebut
sebagai realm 5. Realm 5 ini merupakan entitas empirik yang dapat
dihayati oleh banyak orang dalam tampilan rahmah, himah, maghfirah dan
semacamnya. karena bersifat pribadi
perseorangan namun bisa juga dialami oleh banyak orang dalam term yang
bervariatif berdasar tingkat keimanan maupun rasio yang mereka miliki.
- Beberapa Jenis Empirisme
1)
Empirio-Kritisisme
Disebut juga Machisme. Sebuah aliran
filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh
Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian
pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya,
sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia
sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi
(pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali
ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh
tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.
2) Empirisme
Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan
pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis
berpegang pada pandangan-pandangan berikut:
a) Ada
batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan
induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
b) Semua
proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi
mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada
seketika
c) Pertanyaan-pertanyaan
mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
3)
Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa
semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak
dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan
melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan
banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima
pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu
pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan-
pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan
untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untuk keraguan.
Dalam situasi semacam ini, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I
feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa:
tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas
data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai
habis sama sekali.
Metode filsafat ini butuh dukungan
metode filsafat lainnya supaya ia lebih berkembang secara ilmiah. Karena ada
kelemahan-kelemahan yang hanya bisa ditutupi oleh metode filsafat lainnya.
Perkawinan antara Rasionalisme dengan Empirisme ini dapat digambarkan dalam
metode ilmiah dengan langkah-langkah berupa perumusan masalah, penyusunan
kerangka berpikir, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan
kesimpulan.
B. Beberapa Pemikiran Filosof
Empirisme
Pada abad 17 masa Ranaissance bermunculan berbagai
pandangan filsafat atas ilmu pengetahuan. Empirisme adalah bagian dari filsafat
pada masanya dengan memunculkan beberapa tokoh filosof. Berikut penulis
sampaikan tiga filosuf sebagai sampel pemikiran empirisme yang cukup
berpngaruh, yaitu Thomas Hobbes, John Locke, dan David Hume.
1. Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes adalah anak seorang pedeta, minatnya
dari semula terarahkan kepada kesusastraan dan filsafat. Ia seorang filosuf Inggris, memahami manusia
secara mekanik semata. Cita-citanya untuk mengembangkan suatu filsafat atau
teori negara yang dapat membantu untuk menyusun masyarkat dalam keadaan damai
dan adil. Bukanlah yang abstrak dan umum yang sungguh-sungguh ada. Pengertian
umum itu hanya nama belaka yang sesungguhnya ada ialah hal sendiri. Adapun hal
ini hanya tercapai pengenalannya dengan persentuhan indera. Hanya kalau dapat
disentu dengan indera itulah suatu tanda kebenaran dan kesungguhannya.
Pengetahuan kita tak mengatasi pengideraan; dengan kata lain pengetahuan yang
benar hanyalah pengetahuan indera saja selainnya bukanlah pengetahuan.
Materialisme yang dianut Thomas Hobbes mensinyalir
bahwa segala sesuatu yang ada bersifat bendawi yakni segala kejadian adalah
gerak yang berlangsung karena keharusan dan realitas tidak bergantung pada
gagasan kita, terhisap di dalam gerak itu. Sebagai penganut empirisme, ia
beranggapan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan.
Ada yang menyebut ia seorang penganunt sensualisme,
karena ia amat mengutamakan sensus (indera) dalam pengetahuan, memang tidak
salah tetapi dalam hubungan ini tentulah ia dianggap salah satu dari penganut
empirisme-yang mengatakan bahwa persentuhan dengan indera (empirik) itulah yang
menjadi pangkal dan sumber ilmu pengetahuan.
Pengalaman inderawi sebagai permulaan segala
pengenalan. Pengalaman intelektual tidak lain semacam perhitungan (kalkulus)
yaitu penggabungan data-data inderawi yang sama dengan cara yang berlainan.
Hobbes telah menyusun suatu sistem yang lengkap, berpangkal kepada empirisme
secara konsekuen. Sekalipun ia berpangkal pada dasar-dasar empiris, namun ia
menerima juga metode yang dipakai dalam ilmu alam yang bersifat matematis. Ia
telah mempersatukan empirisme dengan rasionalisme matematis.
Baginya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang
bersifat umum, sebab filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang efek-efek
atau akibat-akibat atau tentang penampakan-penampakan yang sedemikian seperti
yang kita peroleh dengan merasionalisasikan pengetahuan yang semula kita miliki
dari sebab-sebab atau asalnya.
Sasaran filsafat adalah fakta-fakta yang diamati
dengan maksud mencari sebab-sebabnya. Dalam pengamatan disajikan fakta-fakta
yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian yang ada dalam kesadaran kita
seperti: ruang, waktu, bilangan dan gerak dari pengamatan pada benda.
Tidak semua yang diamati pada benda-benda itu nyata.
Yang benar-benar nyata adalah gerak dari bagian-bagian kecil benda-benda itu.
Segala gejala pada benda yang ada pada pengamat saja, segala yang ada
ditentukan oleh sebab, dunia adalah suatu keseluruhan sebab-akibat.
Pengalaman adalah keseluruhan atau totalitas segala
pengamatan yang disimpan di dalam ingatan dan dibagungkan dengan suatu
pengharapan akan masa depan sesuai dengan apa yang telah diamati pada masa yang
lampau. Pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita
menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indera kita. Gerak ini diteruskan
kepada otak kemudian diteruskan ke jantung. Di dalam jantung timbullah suatu
reaksi, suatu gerak yang berlawanan. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada
awal gerak reaksi tadi.
Sasaran yang diamati adalah sifat-sifat inderawi.
Penginderaan disebabkan karena tekanan obyek atau sasaran kualitas dalam
obyek-obyek yang sesuai dengan penginderaan kita bergerak menekan indera kita.
Warna yang kita lihat, suara yang kita dengar bukan benda di dalam obyek
melainkan di dalam subyeknya. Sifat-sifat inderawi tidak memberi gambaran
tentang sebab yang menimbulkan penginderaan. Ingatan, rasa senang dan tidak
senang dan segala gejala jiwani bersandar semata-mata pada aosiasi
gambaran-gambaran yang murni bersifat mekanis.
Thomas Hobbes menjadi besar namanya disebabkan karena
teorinya yang lebih modern tentang negara dibanding dengan teori tentang negara
yang mendahuluinya. Pemikirannya didasari dengan tabiat alamiah manusia hingga
dibutuhkan negara yang absolut bahkan hingga pemikiran atheisnya bahwa Allah
yang dapat mati.
Di
antara pemikirannya antara lain:
Menurut
tabiatnya segala manusia adalah sama, dalam keadaannya yang alamiah tiap manusia
ingin mempertahankan kebebasannya dan menguasai orang lain. Pada dasarnya
manusia cenderung untuk mempertahankan dirinya sendiri karena waktu itu yang
ada hanya hukum alam. Akibanya mereka tertekan sehingga menimbulkan perang
total sehingga hidup menjadi buruk, kasar dan singkat. Sebab dalam perang total
itu kebijakan pokok ialah kekautan dan kecurangan agar manusia dapat bebas dari
pada bahaya kehancuran, pengalaman mengajarkan bahwa akal sehat menuntut supaya
tiap orang mau melepaskan haknya untuk berbuat sekehendak sendiri. Oleh
karenanya mereka bersatu dan bersama-sama membuat perjanjian bahwa mereka akan
tunduk kepada penguasa pusat yang mereka bentuk. Oleh karena itu warga negara
tidak berhak untuk meberontak. Orang banyak yang dipersatukan demikian itu
disebut “commonwealth”. Commonwelath ini disebut Leviatan, Allah
yang dapat mati. Di dalam commonwealth yang dipentingkan adalah
perdamaian yang awet yang tahan lama. Pemerintah harus diberi kuasa mutlak
tanpa batas. Sumber segala hak, hukum, moral adalah kuasa yang memerintah. Baik
dan jahat bagi perbuatan manusia diukur menurut peraturan dan larangan negara.
2.
Jhon Locke (1632-1704)
John Locke adalah filosof Inggris, lahir tahun 1632 di
Wrington, Somersetshire. Tahun 1647-1652 ia belajar di Westminster. Tahun 1652
ia memasuki Universitas Oxford mempelajari agama Kristen, namun ia juga
mempelajari pengetahuan di luar tugas pokoknya.
Lock menyelidiki kemampuan pengetahuan manusia, sampai
kemanakah ia dapat mencapai kebenaran dan bagaimanakah mencapainya itu. Ia
mempergunakan istilah sensation dan reflection dalam upaya
mencari kebenaran atas pengetahuan.
Reflection itu pengenalan
intuitif serta memberi pengetahuan apakah kepada manusia lebih baik lebih penuh
dari pada sensation. Sansation merupakan suatu yang memiliki
hubungan dengan dunia luar tetapi tak dapat meraihnya dan tak dapat mengerti
sesungguhnya. Tetapi tanpa sensations manusia tak dapat juga suatu
pengetahuan
Tiap-tiap pengetahuan itu terjadi dari kerja sama
antara sensation dan reflections. Tetapi haruslah ia mulai dengan
sensation sebab jiwa manusia itu waktu dilahirkan merupakan yang putih
bersih; tabula rasa, tak ada bekal dari siapa pun yang merupakan ide innatae.
Seluruh pengetahuan kita peroleh dengan jalan
menggunakan dan membandingkan gagasan-gagasan yang diperoleh dari pengindraan
dan refleksi. Akal manusia hanya merupakan tempat penampungan yang secara pasif
menerima hasil penginderaan kita. Menurut Locke kita tidak melihat pohon atau
orang atau mendengar bunyi sangkakala melainkan kita melihat kesan inderawi
pada retina yang disebabkan oleh apa yng kita lihat sebagai pohon. Kita
mendengarkan reaksi selaput kuping terhadap getaran-getaran udara yang
disebabkan oleh peniupan sangkakala.
Buku Jhon Locke,
"Essay Concerning Human Understanding" 1689 ditulis berdasarkan
premis yaitu semua pengetahuan datang dari pengalaman (halaman 108). Ini
berarti, tidak ada yang dapat di jadikan idea atau konsep tentang sesuatu yang
berada dibelakang pengalaman tidak ada idea yang diturunkan.
Faktor
bawaan (innate) itu tidak ada, argumennya adalah:
1.
Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa innate itu tidak
ada. Pengetahuan datang melalui daya-daya yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan
bawaan.
2.
Persetujuan umum adalah argumen yang terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat
disetujui oleh umum tentang adanya innate idea itu sebagai suatu daya
yang inhern.
3.
Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate idea.
4.
Apa innate idea itu sebernya tidaklah mungkin diakui dan sekaligus juga
tidak diketahui adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate idea
justru sebagai alasan untuk mengatakan ia tidak ada.
5.
Tidak juga dicetakkan (ditempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot, idea
innate itu tidak ada. Padahal anak normal dan anak idiot sama-sama
berpikir.
Bedasarkan asas-asas teori pengenalan, dalam etikanya
Locke menolak adanya pengertian keberhasialan yang tidak menjelaskan bawaan
tabiat manusia. Apa yang menjadi bawaan tabiat kita hanyalah kecenderungan-
kecenderungan yang menguasai perbuatan-perbuatan kita. Segala kecenderungan itu
dapat di kombinasikan kepada usaha untuk mendapatkan kebahagian.
Kesimpulan Locke
adalah subtance is we know not what. Tentang subtansi kita tidak tahu apa-apa.
Ia mengetahui menyatakan bahwa apa yang dianggapnya subtansi ialah pengertian
tentang obyrk sebagai idea tentang obyek itu dibentuk oleh jiwa berdasarkan
masukan dari indera.
3.
David Hume (1711-1776)
Hume seorang Skot, lahir didekat kota Edinburgh
Inggris tahun 1711. Ia telah pernah mengajar di Universitas, barangkali juga
karena ia dianggap ateis sehingga tidak akan diterima sebagian profesor. Ia
banyak berkeliling di Eropa terutama di Perancis. Buku yang ia tulis ketika
berumur duapuluh tahunan adalah Kretise Of Human Nature (1739), namun
tidak banyak menarik perhatian orang. Waktu mudanya ia juga berpolitik tetapi
tak terlalu mendapat sukses, kemudian ia beralih menjadi sejarawan. Pada tahun
1948 ia menulis buku yang sangat terkenal, An Enquiry Concerring the
Princeiples of Morals (1751). Hume meninggal pada tahun 1776.
Ia menganalisis pengertian substansi, seluruh
pengetahuan itu tak lain dari jumlah pengalaman kita. Dalam budi kita tak ada
suatu idea yang tidak sesuai dengan impression yang disebabkan “hal” di
luar kita. Adapun yang bersentuhan dengan indera kita itu sifat-sifat atau
gejala-gejala dari hal tersebut. Yang menyebabkan kita mempunyai pengertian
sesuatu yang tetap–substansi–itu tidak lain dari perulangan pengalaman yang
demikian acapkalinya. Subtansi itu hanya anggapan, khayal, yang sebenarnya tak
ada.
Manusia tidak
membawa pengtahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan.
Pengamatan memberikan dua hal yaitu kesan-kesan (impressions) dan
pengertian-pengertian atau idea-idea (ideas).
Yang dimaksud dengan impressions atau
kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman baik
pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah yang menampakkan diri dengan
jelas, hidup dan kuat seperti merasakan tangan terbakar. Adapun ideas
adalah gambaran tentang pengamatan yang hidup, samar-samar yang dihasikan
dengan merenungkan kembali atau ter-refleksikan dalam kesan-kesan yang diterima
dari pengalaman.
Perbedaan kedua-keduanya terletak pada tingkat
kekuatan dan garisnya menuju jiwa dan jalan masuk kesadaran. Persepsi yang
termasuk denagn kekuatan besar dan kasar disebut impression (kesan) dan
semua sensasim nafsu emosi termasuk kategori ini begitu mereka masuk kedalam
jiwa. Idea adalah gambaran kabur (faint image) tentang persepsi yang
masuk kedalam pemikiran.
Selanjutnya
David Hume menyatakan sebagaimana dinukil Prof.Dr. Ahmad Tafsir sebagai
berikut:
Setelah
saya pikirkan secara teliti ternyata persepsi itu dapat dibagi menjadi dua
macam yaitu pesepsi yang sederhana (simple) dan persepsi yang ruwet (complex).
Seluruh kesan dan idea kita saling berhubunan. Dalam penyelidikan saya ternyata
hanya idea yang kompleks yang tidak memiliki kesan (impression) yang
berhubungan dengan idea itu. Banyak juga kesan yang kompleks yang tidak direkam
dalam idea kita. Saya tidak bisa menggambarkan suatu kota yang belum pernah
saya lihat. Akan tetapi saya pernah melihat kota Paris namun saya harus
mengatakan saya tidak sanggup membentuk idea tentang kota Paris yang lengkap
dengan gedung-gedung, jalan dan lain lengkap dengan ukuran masing-masing.
Mengapa? Karena tidak semua kesan (impression) direkam dalam idea.
Pengalaman lebih
memberi keyakinan dibandingkan kesimpulan logika atau kemestian sebab akibat.
Hukum sebab akibat tidak lain hanya hubungan saling berurutan saja dan secara
konstan terjadi seperti api membuat air mendidih. Dalam api tidak bisa diamati
adanya "daya aktif" yang mendidihkan air. Daya aktif yang disebut
hukum kausalitas itu tidak bisa diamati. Dengan demikian kausalitas tidak bisa
digunakan untuk menetapkan peristiw-peristiwa yang akan datang berdasarkan
peristiwa-peristiwa terdahulu.
Pemikirannya tentang eksistensi Tuhan adalah ketika kita
percaya kepada Tuhan sebagai pengatur alam ini kita berhadapan dengan dilema,
kita berpikir tentang Tuhan menurut pengalaman masing-masing sedangkan itu
hanya setumpuk persepsi dan koleksi emosi saja. Kemudian, bagaimana kita dapat
mengatakan Tuhan itu Maha sempurna dan Maha Kuasa, sedangkan di alam terjadi
kejahatan dan berbagai bencana. Seharusnya alam ini juga sempurna sesuai denga
penciptanya tetapi ternyata tidak. Tuhan juga sumber kejahatan, terbatas dan
memiliki sifat mencintai dan membenci. Penelitiannya tentang dunia tidak mampu
membuktikan Tuhan kecuali Tuhan itu tidak sempurna.
Lebih lanjut Hume berkomentar, tidak ada bukti yang
dapat dipahami untuk membuktikan bahwa Allah ada dan bahwa Ia menyelenggrakan
dunia. Juga tidak ada bukti bahwa jiwa tidak dapat mati. Dalam praktik,
orang-orang yang beragama selalu mengikuti kepercayaan yang dianggap pasti
sedang akal tidak dapat membuktikannya. Menurutnya banyak sekali keyakinan
agama yang merupakan hasil khayalan, tidak berlaku umum dan tidak berguna bagi
hidup. Agama berasal dasri penghargaan dan ketakutan manusia terhadap tujuan
hidupnya. Itulah yang menyebabkan manusia mengangkat berbagai dewa untuk
disembah.
Mukjizat adalah ajaran agama yang juga diserang oleh
David Hume. Dia memberikan lima alasan untuk menolak mukjizat, yaitu:
1.
Sepanjang sejarah mukjizat tidak pernah diakui oleh sejumlah ilmuan dan kaum
terpelajar.
2.
Sebagian manusia memang memiliki kecenderungan untuk percaya kepada
peristiwa-peristiwa yang luar biasa. Namun keyakinan ini tidak mendukung
kebenaran mukjizat.
3.
Kajian peradaban membuktikan bahwa mukjizat hanya cocok terutama bagi
masyarakat terbelakang sedangkan bagi masyarakat yang telah maju justru
menolaknya. Semakin kita percaya kepada ilmu semakin tidak mampu kita ditipu
oleh takhayul (the more we believe in science the less we are likely to be
deceived by superstition).
4.
Semua agama wahyu memonopoli kebenaran mukjizat.
5.
Data sejarah yang dapat dipecaya menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa di dunia
ini jelas, seperti kita bisa mengetahui tanggal terbunuhnya Julius Caesar.
Apa relevansi filsafat yang amat ekstrem dan memang
sudah sering dikritik itu? Bahwa kita tidak dapat mempunyai dan memang sudah
pasti dan tidak dapat memahami apa-apa. Jadi, sebaiknya kita hidup bagi sesaat
saja. Paham seperti Allah, tanggung jawab dan nilai adalah tanpa arti.
Empirisme mempersiapkan nihilisme.
4. George Berkeley
George Berkeley sebagai penganut empirisme
mencanangkan teori yang dinamakan “immaterialisme” atas dasar prinsip-prinsip
empirisme. Ia bertolak belakang dengan pendapat John Locke yang masih menerima
substansi dari luar. Berkeley berpendapat sama sekali tidak ada
substansi-substansi material dan yang ada hanya pengalaman ruh saja karena
dalam dunia material sama dengan ide-ide.
Berkeley mengilustrasikan dengan gambar film yang ada
dalam layar putih sebagai benda yang riil dan hidup. Pengakuannya bahwa “aku”
merupakan suatu substansi rohani. Tuhan adalah asal-usul ide itu ada yang
menunjukkan ide-ide pada kita dan Tuhanlah yang memutarkan film pada batin
kita.
Sepintas kita pahami bahwa konsep pemikirannya ada
kemiripan dengan paham fatalism dari Inggris, perbuatan-perbuatan manusia telah
ditentukan dari semula oleh Tuhan. Juga hampir sama dengan paham Jabariyah yang
menyatakan bahwa manusia tidak memiliki kemerdekaan dalam menentukan kehendak
dan perbuatan.
C. Telaah Kritis atas Pemikiran
Filsafat Empirisme
Meskipun aliran filsafat empirisme memiliki beberapa
keunggulan bahkan memberikan andil atas beberapa pemikiran selanjutnya,
kelemahan aliran ini cukup banyak. Prof. Dr. Ahmad Tafsir mengkritisi empirisme
atas empat kelemahan, yaitu:
1.
Indera terbatas, benda yang jauh kelihatan kecil padahal tidak. Keterbatasan
kemampuan indera ini dapat melaporkan obyek tidak sebagaimana adanya.
2.
Indera menipu, pada orang sakit malaria, gula rasanya pahit, udara panas
dirasakan dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.
3.
Obyek yang menipu, conthohnya ilusi, fatamorgana. Jadi obyek itu sebenarnya
tidak sebagaimana ia ditangkap oleh alat indera; ia membohongi indera. Ini
jelas dapat menimbulkan pengetahuan inderawi salah.
4. Kelemahan ini berasal dari indera dan obyek
sekaligus. Dalam hal ini indera (di sisi meta) tidak mampu melihat seekor
kerbau secara keseluruhan dan kerbau juga tidak dapat memperlihatkan badannya
secara keseluruhan.
Metode empiris tidak dapat diterapkan dalam semua
ilmu, juga menjadi kelemahan aliran ini, metode empiris mempunyai lingkup
khasnya dan tidak bisa diterapkan dalam ilmu lainnya. Misalnya dengan
menggunakan analisis filosofis dan rasional, filosuf tidak bisa mengungkapkan
bahwa benda terdiri atas timbuanan molekul atom, bagaimana komposisi kimiawi
suatu makhluk hidup, apa penyebab dan obat rasa sakit pada binatang dan manusia.
Di sisi lain seluruh obyek tidak bisa dipecahkan lewat pengalaman inderawi
seperti hal-hal yang immaterial.
Kritik Hume terhadap agama tampaknya tidak seluruhnya
dapat dipertanggungjawabkan. Ia terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan
tentang teologia. Di antara kritikan Hume yang tidak relevan itu ada tiga,
yakni:
Pertama, Hume cenderung
mempertentangkan dua bentuk teisme yang monopolar dan mengabaikan
sintesis dipolar. Dalam hal ini ada dua pola, yaitu mistisisme dan
antropromorpisme. Dalam mistisisme, Tuhan berada dalam konsepsi positif tetapi
tidak sempurna. Tuhan adalah sempurna, abadi dan wajib ada. Dunia di lain pihak
tidak sempruna, terbatas dan mungkin ada. Sesuatu yang sempurna hanya dapat
dijelaskan lewat pendekatan dipolar, bukan monopolar sebagaimana
yang dikemukakan Hume.
Kesempurnaan Tuhan dapat digambarkan dari
ketidaksempurnaan dunia. Seandainya dunia tidak ada atau ada tetapi sempurna,
maka kesempurnaan Tuhan akan sulit diidentifikasi. Kritikan Hume hanya terbatas
pada aspek empiris saja, yakni Tuhan yang tak terbatas berada dalam dunia yang
terbatas. Contoh lain memperkuat argumen ini adalah kebaikan hanya dapat
dipahami kalau ada kejahatan.
Kedua, Hume mengabaikan
peranan akal dalam menangkap realitas. Padahal akal mampu menghubungkan
kejadian-kejadian yang lampau dengan kejadian sekarang bahkan meramalkan
sesuatu yang akan datang. Akal juga mampu memberikan ide-ide umum tentang
fakta-fakta yang beragam. Contohnya mobil, sepeda dan pesawat diabstraksikan
oleh akal menjadi alat transportasi.
Ketiga, Hume terlalu
meredusir semua realitas dalam kajian empiris sehingga dia terjerumus pada
determinisme empiris. Realitas alam menjadi sempit dan kecil serta mutlak dan
tidak pernah berubah. Padahal realitas sangat luas dan di luar alam empiris
masih tedapat wujud lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pemikiran
filsafat mengalami kemajuan pesat pada abad 17-18. Setelah para sarjana
menyelesaikan studinya di Barat. Empirisme dan rasionalisme adalah dua aliran
filsafat yang cukup berpengaruh pada saat itu.
2.
Emprisme adalah suatu paham filsafat yang mengajarkan bahwa kebenaran itu
adalah yang logis dan ada bukti empris.
3.
Peletak dasar empiris pertama adalah Francis bacon, bapak empirisnya Jhon Locke
dan beberapa filsuf lainya seperti Thomas Hobbes, Berkeley, David Hume dan
lainnya.
4.
Meskipun aliran empirisme sangat berpengaruh atas pemikiran-pemikiran filsafat
selanjutnya namun banyak dijumpai kelemahan baik metode, obyek tentang empiris.
5.
Empirisme menganggap agama, mukjizat, bahkan Tuhan sebagai keyakinan yang tidak
logis dan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah hanya karena empirisme tidak
mampu membuktikan eksistensi immateri.
B. Kritik dan saran
Untuk itu dengan segala kerendahan hati saya mohon saran
dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan
datang sehingga akan lebih bernanfaat kontribusinya bagi khazanah keilmuan. Wallahu
a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan
Hati Sejak Thales Sampai James, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.
Ali Saifullah, Antara Filsafat dan
Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional, 1403.
Amsal Baktiar, Filsafat Agama 1,
Jakarta: Logos, 1997.
Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai
Ilmu Kritis, Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Franz Magnis-Suseno, 13 Tokoh Eika Sejak
Zaman Yunani Sampai Abad ke-19, Yogyakarta: kanisius, 1997.
Harold H. Titus, et.all, terj. Muhammad
Rasjidi, Persoalan-persoalan Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, tt.
Harun Hadiwijoyo, Sari Sejarah Filsafat
Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 2002.
I.R. Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah
Alam Filsafat, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Juhana S. Praja, Aliran-aliran Filsafat
dan Etika, Jakarta : Prenada media, 2008.
Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut Al
Quran, Bandung : Mizan, 1989.
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu-ilmu,
Yogyakarta: Belukar, 2005.
M. Thoyibi (ed), Filsafat Ilmu dan
Perkembangannya, Surakarta: Muhammadiyah Universitas Press, 1994.
Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Buku Dasar
Filsafat Islam, Bandung: Mizan, tt.
Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu,
Yogyakarta: Rakesarasin, 2001.
Muslih Mohammad , Filsafat Ilmu Kajian
Atas Asumsi Dasarparadigma Dan Kerangka Teori ilmu Pengetahuan,
(Yogyakarta: Belukar, 2004).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentar dengan Ilmu dan Sopan