Maimunah
Binti Harits al-Hilaliyah
(Wafat
50 H)
Maimunah binti al-Harits al-Hilaliyah adalah
istri Nabi yang sangat mencintai beliau dengan tulus selama mengarungi bahtera
numah tangga bersama. Dialah satu-satunya wanita yang dengan ikhlas menyerahkan
dirnya kepada kepada Rasulullah ketika keluarganya hidup dalam kebiasaan
jahiliah. Allah telah menurunkan ayat yang berhubungan dengan dirinya :
“.. dan perempuan mukmin yang menyerahkan
dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu,
bukan untuk semua orang mukminin…” (QS.
Al-Ahzab:50)
Ayat di atas merupakan kesaksian Allah terhadap
ke ikhlasan Maimunah kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana rnungkin Rasulullah
menolak wanita yang dengan suka rela menyerahkan dirinya. Hal itu menunjukkan
kadar ketakwaan dan keirnanan Maimunah. Selain itu,
wanita itu berasal dari keturunan yang baik. Kakak kandungnya, Ummul-Fadhal, adalah istri Abbas bin Abdul-Muththalib (paman Nabi) dan wanita yang pertarna kali merneluk Islam setelah Khadijah. Saudara perempuan seibunya adalah Zainab binti Khuzaimah (istri Nabi Shallallahu alaihi wassalam.), Asma binti Urnais (istri Ja’far bin Abu Thalib), dan Salma binti Umais (istri Hamzah bin Abdul-Muththalib).
wanita itu berasal dari keturunan yang baik. Kakak kandungnya, Ummul-Fadhal, adalah istri Abbas bin Abdul-Muththalib (paman Nabi) dan wanita yang pertarna kali merneluk Islam setelah Khadijah. Saudara perempuan seibunya adalah Zainab binti Khuzaimah (istri Nabi Shallallahu alaihi wassalam.), Asma binti Urnais (istri Ja’far bin Abu Thalib), dan Salma binti Umais (istri Hamzah bin Abdul-Muththalib).
Nasab, Masa Pertumbuhan, dan Pernikahan
Nama lengkap Mairmnah adalah Barrah binti
al-Harits bin Hazm bin Bujair bin Hazm bin Rabiah bin Abdullah bin Hilal bin
Amir bin Sha’shaah. Ibunya bernama Hindun binti Aus bin Zubai bin Harits bin
Hamathah bin Jarsy.
Dalam keluarganya, Maimunah termasuk dalam tiga
bersaudara yang memeluk Islam. Ibnu Abbas meriwayatkan dari Rasulullah,
“Al-Mu’minah adalah tiga bersaudara, yaitu Maimunah, Ummu-Fadhal, dan Asma’.”
Maimunah dilahirkan enam tahun sebelum masa kenabian, sehingga dia mengetahui
saat-saat orang-orang hijrah ke Madinah. Dia banyak terpengaruh oleh peristiwa
hijrah tersebut, dan juga banyak dipengaruhi kakak perempuannya, Ummul-Fadhal,
yang telah lebih dahulu memeluk Islam, namun dia menyembunyikan keislamannya
karena merasa bahwa lingkungannya tidak mendukung.
Tentang suaminya, banyak riwayat yang
memperselisihkannya, namun ada juga kesepakatan mereka tentang asal-usul
suaminya yang berasal dan keluarga Abdul-Uzza (Abu Lahab). Sebagian besar riwayat
mengatakan bahwa nama suaminya adalah Abu Rahm bin Abdul-Uzza, seorang muysrik
yang mati dalam keadaan syirik. Suaminya meninggalkan Maimunah sebagai janda
pada usia 26 tahun.
Kekokohan Iman
Setelah suaminya meninggal, dengan leluasa
Maimunah dapat menyatakan keimanan dan kecintaannya kepada Rasulullah. Sehingga
dengan suka rela dia menyerahkan dirinya kepada Rasulullah untuk dinikahi
sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Hisyam dalam A1-Ishabah-nya Ibnu Hajar dari
referensi az-Zuhri.
Tentang penyerahan Maimunah kepada Nabi
Shallallahu alaihi wassalam. ini telah dinyatakan dalam Al-Qur’an surat
al-Ahzab:50. Maimunah tinggal bersama saudara perempuannya, Ummul Fadhal, istri
Abbas bin Abdul Muththalib. Suatu ketika, kepada kakaknya, Maimunah menyatakan
niat penyerahan dirinya kepada Rasulullah. Ummul-Fadhi menyampaikan berita itu
kepada suaminya sehingga Abbas pun mengabarkannya kepada Rasulullah. Rasulullah
mengutus seseorang kepada Abbas untuk meminang Maimunah. Betapa gembiranya
perasaan Maimunah setelah mengetahui kesediaan Rasulullah menikahi dirinya.
Mimpi yang Menjadi Kenyataan
Pada tahun berikutnya, setelah perjanjian
Hudaibiyah, Rasulullah bersama kaum muslimin memasuki Mekah untuk melaksanakan
ibadah umrah. Sesuai dengan isi perjanjian Hudaibiyah, Nabi diizinkan untuk
menetap di sana selama riga hari, namun orang-orang Quraisy menolak permintaan
Nabi dan kaum muslimin untuk berdiam di sana lebih dari tiga hari.
Kesempatan itu digunakan Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam. Untuk melangsungkan pernikahan dengan Maimunah.
Setelah pernikahan itu, beliau dan kaum
muslirnin rneninggalkan Mekah.
Maimunah mulai memasuki kehidupan rumah tangga
Rasulullah dan beliau menempatkannya di kamar tersendiri.
Maimunah memperlakukan istri-istri beliau yang
lain dengan baik dan penuh hormat dengan tujuan mendapatkan kerelaan hati
beliau semata.
Tentang Maimunah, Aisyah menggambarkannya
sebagai berikut. “Demi Allah, Maimunah adalah wanita yang baik kepada kami dan
selalu menjaga silaturahmi di antara kami.” Dia dikenal dengan kezuhudannya,
ketakwaannya, dan sikapnya yang selalu ingin mendekatkan diri kepada Allah.
Riwayat-riwayat pun menceritakan penguasaan ilmunya yang luas.
Saat Wafatnya
Pada masa pemerintahan Khalifah Mu’awiyah bin
Abi Sufyan, bertepatan dengan perjalanan kembali dari haji, di suatu tempat
dekat Saraf, Maimunah merasa ajalnya menjelang tiba. Ketika itu dia berusia
delapan puluh tahun, bertepatan dengan tahun ke-61 hijriah. Dia dimakamkan di
tempat itu juga sebagaimana wasiat yang dia sampaikan. Menurut sebagian
riwayat, dia adalah istri Nabi yang terakhir meninggal. Semoga Allah memberi
tempat yang layak di sisi-Nya.
Amin.
Sumber :
- Buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentar dengan Ilmu dan Sopan