Gambar: http://www.kangasep.org |
APA ITU HARTA BERSAMA ALIAS GONO GINI ?
Untuk menyamakan persepsi dengan tujuan
kesamaan pemikiran dalam mentelaah, tentunya kita harus mengerti dulu apa yang
disebut dengan Harta Bersama. Karena salah satu fungsi definisi adalah untuk
memahami atau setidak-tidaknya mengerti tentang sesuatu yang kita definisikan.
Sehingga, pada pembahasan selanjutnya pemahaman dan pandangan kita tentang
harta bersama akan menjadi semakin klop.
Namun, sebelum sampai kepada pembicaraan
harta benda perkawinan, yang ujung-ujungnya adalah Gono Gini, terlebih dahulu penulis akan memaparkan
definisi perkawinan. Mengingat bahwa pengertian perkawinan dalam tatanan hukum
mempunyai akibat langsung terhadap harta benda dalam perkawinan. Dan tentunya
setelah itu definisi tentang Gono Gini
alias Harta Bersama akan mengekor dibawahnya.
Kalau kita merujuk kepada Undang-Undang
Pasal 1 No. 1 Tahun 1974, disana dijelaskan bahwa: “perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Sedangkan dalam Kompilasi hukum Islam di indonesia menyatakan:
“perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat
atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupkan ibadah”.
Perkawinan yang seperti dijelaskan di
atas mempunyai tujuan untuk memperoleh keturunan, mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang sakinah mawaddah warahmah, juga untuk dapat
bersama-sama hidup pada suatu masyarakat dalam satu perikatan kekeluargaan.
Guna keperluan hidup bersama-sama inilah dibutuhkan suatu kekayaan duniawi yang
dapat dipergunakan oleh suami istri untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka
sehari-harinya. Kekayaan duniawi inilah yang disebut “harta perkawinan”, “harta
keluarga” ataupun “harta bersama”.[1]
Harta bersama merupakan salah satu macam
dari sekian banyak harta yang dimiliki seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari
harta mempunyai arti penting bagi seseorang karena dengan memiliki harta dia
dapat memenuhi kebutuhan hidup secara wajar dan memperoleh status sosial yang
baik dalam masyarakat. Arti penting tersebut tidak hanya dalam segi kegunaan
(aspek ekonomi) melainkan juga dari segi keteraturannya, tetapi secara hukum
orang mungkin belum banyak memahami aturan hukum yang mengatur tentang harta,
apalagi harta yang didapat oleh suami istri dalam perkawinan.
Ketidakpahaman mengenai ketentuan hukum
yang mengatur tentang harta bersama dapat menyulitkan untuk memfungsikan harta
bersama tersebut secara benar. Oleh karena itu, terlebih dahulu dikemukakan
beberapa pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan harta bersama.
Secara bahasa, harta bersama adalah dua
kata yang terdiri dari kata harta dan bersama. Menurut kamus besar bahasa
Indonesia “harta dapat berarti barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi
kekayaan dan dapat berarti kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai.
Harta bersama berarti harta yang dipergunakan (dimanfaatkan) bersama-sama”.[2]
Sayuti Thalib dalam bukunya hukum
kekeluargaan di Indonesia mengatakan bahwa : “harta bersama adalah harta
kekayaan yang diperoleh selama perkawinan diluar hadiah atau warisan”.
Maksudnya adalah harta yang didapat atas usaha mereka atau sendiri-sendiri
selama masa perkawinan.
Pengertian tersebut sejalan dengan Bab
VII tentang harta benda dalam perkawinan pasal 35 Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut:
a. Harta
benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama.
b. Harta
bawaan dari masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan
masing-masing sepanjang para
pihak tidak menentukan lain.
Mengenai hal ini Kompilasi Hukum Islam memberikan gambaran jelas tentang
harta bersama, yang dijelaskan dalam pasal 1 huruf f :
“Harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah
adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami istri
selama dalam ikatan perkawinan berlangsung, dan selanjutnya disebut harta
bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun”.
Menurut Abdul Manan harta bersama adalah
harta yang diperoleh selama ikatan perkawinan berlangsung tanpa mempersoalkan
terdaftar atas nama siapapun.[3]
Dalam yurisprudensi peradilan agama juga dijelaskan bahwa harta bersama
yaitu harta yang diperoleh dalam masa perkawinan dalam kaitan dengan hukum
perkawinan, baik penerimaan itu lewat perantara istri maupun lewat perntara
suami. Harta ini diperoleh sebagai hasil karya-karya dari suami istri dalam
kaitannya dengan perkawinan.
Menurut hukum adat bahwa harta benda
perkawinan itu adalah harta benda yang dimiliki suami istri dalam ikatan
perkawinan, baik yang diperoleh sebelum perkawinan berlangsung (harta gawan/
harta bawaan) maupun harta benda yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan,
yang hasil kerja masing-masing suami istri ataupun harta benda yang didapat
dari pemberian /hibah atau hadiah serta warisan. Jadi suatu asas yang sangat
umum berlakunya hukum adat di Indonesia adalah bahwa mengenai harta kerabatnya
sendiri yang berasal dari hibah atau warisan, maka harta itu tetap menjadi
miliknya salah satu suami atau istri yang kerabatnya menghibahkan atau
mewariskan harta itu kepadanya.
Harta bersama, disebut
juga dengan Harta Gono-Gini. Istilah “gono-gini” merupakan sebuah istilah hukum
yang populer di masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah yang
digunakan adalah “gana-gini“, yang secara hukum artinya “Harta yang berhasil dikumpulkan
selama rumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami dan istri .”
Sebenarnya, istilah hukum yang digunakan secara resmi dan legal formal
dalam peraturan perundang-undangan di tanah air, baik dalam UU No 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, maupun Kompilasi Hukum
Islam (KHI), adalah apa yang tertera pada judul makalah ini, yaitu harta
bersama. Akan tetapi Istilah gono-gini lebih populer dibandingkan dengan
istilah yang resmi digunakan dalam bahasa hukum konvensional.
Konsep dan istilah “gono-gini”
sendiri diambil dari tradisi Jawa sebagai “ anak yang hanya dua bersaudara,
laki-laki dan perempuan (dari satu ayah dan satu ibu) “.Istilah “gana-gini “
kemudian dikembangkan sebagai konsep tentang persatuan antara laki-laki dan
perempuan dalam ikatan perkawinan . Oleh karena itu harta yang memang
berhubungan dengan ikatan perkawinan tersebut kemudian disebut dengan harta. “gono-gini”.
Diberbagai
daerah di Tanah Air sebenarnya juga dikenal istilah-istilah lain yang sepadan
dengan pengertian harta gono-gini (di Jawa), tetapi istilah gono-gini lebih
populer dan dikenal masyarakat baik digunakan secara akademis, yuridis, maupun
dalam pembendaharaan dan kosa kata masyarakat pada umumnya.[4]
Memperhatikan beberapa pendapat dan
analisis di atas bahwa harta bersama adalah harta yang didapat atau diperoleh
selama perkawinan. Masalahnya adalah apakah semua harta yang didapat atau
diperoleh selama perkawinan dinamakan harta bersama? Harta tersebut
akan menjadi harta bersama jika tidak ada perjanjian mengenai status harta
tersebut sebelum ada pada saat dilangsungkan perkawinan, kecuali harta yang
didapat itu diperoleh dari hadiah atau warisan, atau bawaan dari masing-masing
suami istri yang dimiliki sebelum dilangsungkan perkawinana sebagaimana
dijelaskan di atas seperti yang tercantum pada pasal 35 ayat (2) Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974. Bersambung !
[1] Soerodjo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat,
(Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1995), hal. 149
[2] Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemmen Pendidikan dan
kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1995), hal. 342
[3] Abdul Manan, “Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia”,
(Jakarta: Kencan, 2006), hal. 108-109
[4] Ahmad Rofiq, “Hukum
Islam Di Indonesia”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal.
201
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentar dengan Ilmu dan Sopan