HUKUM SHOLAT SUNNAH SETELAH WITIR
Oleh: Ust. Hurnawijaya QH., MHI.
Pertanyaan:
Assalamu ‘Alaikum WrWb.
Ustadz yang tyg hormati, tyg tunas penjelasan plungguh, yang sering tyg dengar, witir adalah penghujung shalat malam. Bahkan ada seorang ustadz tyg dengar tidak boleh sholat witir dulu setelah tarawih jika nanti berniat untuk sholat sunnah lainnya seperti sholat sunnah tasbih atau sholat tahajjud. Pertanyaan tyg, Bolehkah shalat sunnah lain semisal sholat sunnah tasbih ataupun tahajjud setelah witir?.
(Andrey Adrian Maulana, MA Mu'allimin NW Anjani)
Assalamu ‘Alaikum WrWb.
Ustadz yang tyg hormati, tyg tunas penjelasan plungguh, yang sering tyg dengar, witir adalah penghujung shalat malam. Bahkan ada seorang ustadz tyg dengar tidak boleh sholat witir dulu setelah tarawih jika nanti berniat untuk sholat sunnah lainnya seperti sholat sunnah tasbih atau sholat tahajjud. Pertanyaan tyg, Bolehkah shalat sunnah lain semisal sholat sunnah tasbih ataupun tahajjud setelah witir?.
(Andrey Adrian Maulana, MA Mu'allimin NW Anjani)
Jawaban:
Waalaikumussalam wrwb.
Waalaikumussalam wrwb.
Terdapat hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk menutup sholat malam dengan sholat witir. Hadits Rasulullah yang menganjurkan untuk menutup sholat malam dengan witir tersebut berbunyi:
اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari dengan shalat witir.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Akan tetapi, hadits tersebut di atas sebenarnya adalah anjuran kuat untuk mendawamkan sholat witir setiap malam tidak hanya di bulan suci ramadhan melainkan juga malam-malam lainnya. Hal ini karena terdapat juga riwayat yang menegaskan tentang bolehnya sholat sunnah lainnya meski sholat witir sudah dilaksanakan, dengan catatan witir cukup dilakukan sekali saja pada malam tersebut. Hal ini berdasarkan hadits dari Thalq bin Ali radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا وتران في ليلة
“Tidak boleh melakukan 2 kali witir dalam satu malam.” (HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud)
Adapun mengenai kebolehannya,terdapat beberapa dalil yang
menunjukkan kebolehan melaksanakan sholat sunnah lain setelah sholat witir ini.
Diantaranya,
1. Hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ketika beliau menceritakan shalat malamnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ثم يقوم فيصلي التاسعة , ثم يقعد فيذكر الله ويمجده ويدعوه, ثم يسلم تسليماً يسمعنا , ثم يصلي ركعتين بعد ما يسلم وهو قاعد
“Kemudian beliau bangun untuk melaksanakan rakaat kesembilan, hingga beliau dudu tasyahud, beliau memuji Allah dan berdoa. Lalu beliau salam agak keras, hingga kami mendengarnya. Kemudian beliau shalat dua rakaat sambil duduk.” (HR. Muslim)
Sangat jelas dalam hadits tersebut, bahwa setelah Rasulullah menunaikan rakaat kesembilan (witir), setelah salam beliau shalat kembali dua rakaat sambil duduk.
2. Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim Juz VI Hal. 21 menjelaskan:
الصَّوَاب : أَنَّ هَاتَيْنِ الرَّكْعَتَيْنِ فَعَلَهُمَا صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْد الْوِتْر جَالِسًا ; لِبَيَانِ جَوَاز الصَّلَاة بَعْد الْوِتْر , وَبَيَان جَوَاز النَّفْل جَالِسًا , وَلَمْ يُوَاظِب عَلَى ذَلِكَ , بَلْ فَعَلَهُ مَرَّة أَوْ مَرَّتَيْنِ أَوْ مَرَّات قَلِيلَة
.
Yang benar, dua rakaat yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah witir dalam posisi duduk adalah dalam rangka menjelaskan bahwa boleh shalat setelah witir, dan menjalaskan boleh shalat sunah sambil duduk, meskipun itu tidak beliau jadikan kebiasaan. Namun beliau lakukan sesekali atau beberapa kali.
Yang benar, dua rakaat yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah witir dalam posisi duduk adalah dalam rangka menjelaskan bahwa boleh shalat setelah witir, dan menjalaskan boleh shalat sunah sambil duduk, meskipun itu tidak beliau jadikan kebiasaan. Namun beliau lakukan sesekali atau beberapa kali.
3. Imam An-Nawawi juga menjelaskan dalam Kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab Juz IV Hal. 16 sebagai berikut:
إذا أوتر ثم أراد أن يصلي نافلة أم غيرها في الليل جاز بلا كراهة ولا يعيد الوتر, ودليله حديث عائشة رضي الله عنها وقد سئلت عن وتر رسول الله صلى الله عليه وسلم…
“Apabila ada orang yang telah mengerjakan witir (di awal malam) dan dia hendak shalat sunah atau shalat lainnya di akhir malam, hukumnya boleh dan tidak makruh. Dan dia tidak perlu mengulangi witirnya. Dalilnya adalah hadits Aisyah radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau ditanya tentang witir yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam…” – kemudian An-Nawawi menyebutkan hadis Aisyah pada poin 1 di atas.
4. Hadits lainnya tentang kebolehannya adalah sebuah hadits dari Tsauban RA, bahwa beliau pernah melakukan safar bersama Nabi SAW. Kemudian beliau bersabda,
إِنَّ هَذَا السَّفَرَ جُهْدٌ وَثُقْلٌ، فَإِذَا أَوْتَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ وَإِلَّا كَانَتَا لَهُ
“Sesungguhnya safar ini sangat berat dan melelahkan. Apabila kalian telah witir, kerjakanlah shalat 2 rakaat. Jika malam harinya dia bisa bangun, (kerjakan tahajud), jika tidak bangun, dua rakaat itu menjadi pahala shalat malam baginya.” (HR. Ibnu Hibban 2577, Ibnu Khuzaimah 1106, Ad-Darimi 1635, dan dinilai shahih oleh Al-‘Adzami).
5. Hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Abu Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, ‘Kapan kamu witir?’ ‘Di awal malam, setelah shalat Isya.’ jawab Abu Bakr. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Umar: ‘Kapan kamu witir?’ ‘Di akhir malam.’ Jawab Umar. Lalu beliau bersabda,
أَمَّا أَنْتَ يَا أَبَا بَكْرٍ، فَأَخَذْتَ بِالْوُثْقَى، وَأَمَّا أَنْتَ يَا عُمَرُ، فَأَخَذْتَ بِالْقُوَّةِ
“Untuk anda wahai Abu Bakr, anda mengambil sikap hati-hati.
Sementara kamu Umar, mengambil sikap sungguh-sungguh.” (HR. Ahmad dan Ibn
Majah).
Sementara dalam riwayat lain, Abu Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, pernah mengatakan:
أما أنا فإني أنام على فراشي ، فإن استيقظت صليت شِفْعًا حتى الصباح
“Untuk saya, saya tidur dulu, jika saya bangun, saya akan shalat 2 rakaat – 2 rakaat, sampai subuh.” (HR. Al-Atsram, disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, 2/120)
6. Imam Ibnu Qudamah mengatakan,
Sementara dalam riwayat lain, Abu Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, pernah mengatakan:
أما أنا فإني أنام على فراشي ، فإن استيقظت صليت شِفْعًا حتى الصباح
“Untuk saya, saya tidur dulu, jika saya bangun, saya akan shalat 2 rakaat – 2 rakaat, sampai subuh.” (HR. Al-Atsram, disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, 2/120)
6. Imam Ibnu Qudamah mengatakan,
ومن أوتر من الليل ثم قام للتهجد فالمستحب أن يُصلي مثنى مثنى ولا ينقض وِتْرَه . روي ذلك عن أبي بكر الصديق وعمار وسعد بن أبي وقاص وعائذ بن عمرو وابن عباس وأبي هريرة وعائشة
“Siapa yang melakukan witir di awal malam, kemudian dia bangun untuk tahajud, dianjurkan untuk mengerjakan shalat 2 rakaat-2 rakaat dan tidak perlu membatalkan witirnya. Kesimpulan ini berdasarkan riwayat dari Abu Bakr As-Shidiq, Ammar bin Yasir, Sa’d bin Abi Waqqash, A’idz bin Amr, Ibn Abbas, Abu Hurairah, dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum.” (Al-Mughni, 2/120).
Wallahu Ta'aala a'la wa a’lam
Ikuti "Tanya Jawab seputar Ramadhan" di Radio Dewi Anjani
(FM. 104.6). Bisa juga melalui live streaming di www.dewianjanimedia.com
Pertanyaan bisa dikirim melalui Inbok Hurnawijaya Al-Khairy atau Lalu Ramly Skm. Bisa juga melalui SMS/WA 081917586847
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentar dengan Ilmu dan Sopan